Pages

Friday, February 24, 2012

SUDAH KUKATAKAN



Bukankah sudah kukatakan padamu,
Hanya aku yang paling mencintaimu. Akulah yang akan memahamimu. Aku akan menerima segala tentangmu.
Dulu, kini, dan juga nanti..

Aku sudah pernah mengatakannya. Padamu.
Dulu..

Aku cinta kamu..

Saat bahagia itu hanya milik kau dan aku. Saat dimana hanya ada 'kita'.
Sebelum kamu mulai menyebut 'dia' di antara 'kita'.

Bukankah sudah kukatakan padamu,
Dia tidak akan seperti aku. Dia tidak akan mencintaimu seperti aku. Tidak akan menjagamu seperti aku. Dia tidak akan menjadi aku.
Apakah tak kamu rasa, ataukah kamu yang sudah buta?

Pernahkah kamu jelaskan padaku?
Alasan atas semua sikap dan kata yang menyakitkan. Sebab atas pudarnya rasa yang bertahun kita pertahankan. Sebab atas semua salah yang kau timpakan. Jawaban atas pilihan yang kamu jalankan.

Pernahkah sekali-kali kamu pikirkan perasaanku? Tak usah sering. Sebentar saja. Sekali-kali saja. Di sela-sela harimu bersamanya. 
Pernahkah kamu pikirkan tentang 'kita'? 

Kamu tak pernah sekalipun mengatakannya padaku. Kau berlalu begitu saja. Namun aku memahami. Aku mengerti. Hingga akhirnya kuputuskan untuk pergi. 
Asalkan kamu bahagia, aku tak mengapa. 
Sungguh. Karena aku tahu, aku tak bisa lagi membuatmu merasa.

Lalu,
Bahagiakah kamu sekarang sayang?

Berat rasanya melihatmu dengan dia, bukan denganku..

Itukah kalimat bahagiamu?
Bukankah kamu bilang kamu dan dia akan bahagia? Seperti kita.
Jadi itu yang dia berikan padamu? Kesakitan dan pengkhianatan yang sama.

Sakit ya?
Sama-sama...

Ah, tapi mengapa aku menangis. Mengapa aku yang bersedih.
Seharusnya aku bahagia melihatmu tersakiti olehnya. Seperti yang pernah kamu lakukan padaku. Dulu.
Seharusnya aku tersenyum melihatmu seperti ini.
Seharusnya..

Dan bila kau tanyakan mengapa
Bukankah sudah kukatakan,
Aku tak akan pernah meninggalkanmu
Karena separuh aku ada padamu..

UNDANGAN




Itu kamu.


Ya, aku tak mungkin salah mengenalimu. Bahkan tanpa kacamata minusku yang tertinggal di rumah dan hanya sosok yang nampak dari belakang, aku sangat yakin kalau itu kamu.

Sedang apa kamu di sini?

Aku bertanya-tanya dalam hati. Sepertinya kamu sudah tidak ada urusan lagi di kampus ini. Tidak seperti aku dan beberapa teman yang masih berkutat dengan tugas akhir yang memuakkan.

Aku masih memperhatikanmu dari kejauhan. Tepatnya dari depan pintu toilet wanita tak jauh dari tempatmu mengobrol dengan teman-temanku. Kira-kira apa yang sedang dibicarakan ya, pikirku. Sesekali wajah teman-temanku terlihat serius, kemudian tergelak. Ah mungkin kamu sedang melontarkan lelucon terbarumu. Sebenarnya aku ingin sekali bergabung. Tapi mengingat kejadian setahun yang lalu rasanya lebih baik aku menjauh dulu darimu. 

"Jadi itu sebabnya kamu menjauh?" katamu padaku saat itu. Aku diam. Mencoba mencari kata-kata yang tepat.

"Apa pantas kamu tanyakan hal itu pada orang yang pernah kamu kecewakan?"aku balik bertanya padamu. Terlihat jelas dari wajahmu kalau kata-kataku cukup menohokmu.

Aku mengenalmu sebagai sosok senior baik hati yang siap siaga membantu adik-adiknya dalam urusan perkuliahan. Sampai akhirnya kita pun semakin dekat. Setelah berbulan-bulan kebersamaan kita, baru kutahu ternyata kamu sudah menjalin cinta dengan perempuan lain. Memang salahku juga tak pernah meminta kejelasan hubungan kita. Sampai kulihat perempuan itu ada bersamamu dan orangtuamu saat upacara kelulusan dan kamu memperkenalkannya sebagai tunanganmu.

Lalu apa peranku selama ini? Wanita pengganggu?
Atau wanita kesepian yang mengemis cintamu?

Entahlah. Hanya kamu yang tahu jawabannya. Aku pun tak ingin mendengar jawabmu.
Tapi mengapa saat aku mencoba menyatukan lagi kepingan hatiku, saat aku mencoba meraih bahagiaku tidak denganmu, kamu malah menghakimiku seolah-olah aku yang meninggalkanmu.
Rasanya aku ingin menyodorkan sebuah cermin besar ke hadapanmu.

"Jadi, kamu bahagia dengannya?" kamu melirik tak suka ke arah dimana seorang lelaki berkacamata yang sedang memandang kita dari kejauhan. Lelaki itu tak sedetikpun mengalihkan pandangannya dari kita. Dia sedang menungguku. Lelaki yang menyayangiku namun kumanfaatkan untuk membuatmu cemburu.


"Menurutmu?"


"Aku .. Aku hanya tak bisa melihatmu dengannya.." kamu mendengus kesal.


"Egois sekali kamu! Sudahlah, kita akhiri saja semua ini .. Jangan pernah temui aku lagi." putusku.


"Permisi.." sebuah suara mengembalikanku dari memori setahun yang lalu.

Ternyata sejak tadi aku melamun di depan pintu toilet dan menghalangi jalan orang yang akan masuk. Aku tersenyum meminta maaf dan segera beranjak. Kupercepat langkahku saat melewatimu dan teman-temanku.
Semoga mereka tidak melihatku..

"Maya!!"

Terlambat, mereka lebih dulu melihatku. Kamu ikut menoleh, agak terkejut melihatku. Kita saling berpandangan.

Hei, sudah setahun ya.. Setelah kejadian itu kututup mata dan telingaku setiap mendengar tentangmu. Saat tak sengaja bertemu pun kita seperti orang asing. Selain itu aku juga harus menjadi bahan ledekan beberapa temanku yang mengetahui jika pernah ada sesuatu yang istimewa antara kita.

Aku berusaha menormalkan raut wajahku. Kutarik nafas dalam-dalam. Ini pertama kalinya aku melihatmu dari jarak dekat lagi.

"Hai hai .. lagi kumpul-kumpul ya?" sapaku.

"Sini May, ini biasa kak Dhani .. tahu-tahu datang ikut nimbrung.." kata seorang temanku.

"Katanya dia mau ngasih pengumuman.." kata yang lain.

Mereka menatapku penuh arti. Sial, lebih baik aku acuhkan saja panggilan mereka tadi. Kulirik kamu dari sudut mataku. Aku jadi penasaran ada pengumuman apa.

Kulihat kamu mengeluarkan sesuatu dari tasmu. Sebuah undangan cantik bertinta kuning keemasan. 

Aku menunduk, pura-pura sibuk membuka blackberry-ku dan membaca pesan yang kuterima tadi malam. Pesan darimu yang membuatku kembali berharap. Semoga kamu kembali padaku.

From : Dhani
Aku kangen kamu May. Aku ingin ketemu. Aku ingin bilang, aku masih sangat menyayangimu.
Tidak, cukup sudah. Ini yang terakhir. Tak akan ada pertemuan lagi.
Pun tak akan ada cinta untukmu lagi.

Selamat untuk pernikahanmu ..

But in the end
It doesn't even matter..
In the end - Linkin Park

Wednesday, February 15, 2012

SECANGKIR KOPI, DAN BAYANGMU


arisman_of_the_year appears to be offline and will receive your message after signing in.

sinta_2307 is typing message..

Assalamu’alaikum Masku,
Bagaimana kabarmu? Semoga selalu sehat ya Mas.. Kamu sedang apa sekarang? Aku tebak ya.. Pasti kamu sedang duduk di jendela kamarmu sambil memainkan gitar ditemani secangkir kopi kapal api panas kesukaanmu. Kemudian biasanya kita akan ngobrol di telepon sampai pagi atau chatting seperti ini. Apa?tebakanku benar? Pastinya dong, aku kan bisa melihatmu dalam pikiranku hehe..

Ah, masih terbayang dalam ingatanku ketika aku mengantarmu di stasiun setahun yang lalu, karena kamu mendapatkan proyek di luar kota. Bahkan masih kuingat jelas pernyataan cintamu padaku yang tiba-tiba. Padahal kamu kan anti sekali mengucapkan kata-kata romantis. Tapi kenapa kamu menyatakannya saat kita akan berpisah?. Itu membuatku semakin berat untuk melepasmu.

Mas, Aku rindu sekali padamu. Entah sudah berapa malam aku lewati dengan perasaan ini. Menangis dan menangis karena merindukanmu. Entah sudah berapa hari aku lewati tanpa kehadiranmu di sisiku. Tanpa mendengar suaramu meski hanya lewat telepon seluler.. meski hanya lewat pesan suara yang kau tinggalkan untukku.

Aku rindu melihatmu yang menyesap kopimu perlahan saat mendengarkanku bercerita. Aku rindu aroma tubuhmu yang bercampur dengan aroma kopimu saat aku ada dalam dekap hangatmu. Padahal aku paling tidak suka kopi. Menghirup aromanya saja membuatku mual. Aku juga rindu olok-olokmu saat mengatakan kalau kopi buatanku tidak seenak kopi buatanmu.

Apa kamu tahu, sejak kamu pergi aku tidak lagi benci kopi?. Kini setiap pagi aku selalu menyeduh kopi seperti kamu. Bahkan saat aku mengetikkan pesan ini secangkir kopi kesukaanmu turut menemaniku. Kopi kini menjadi sahabatku. Penawar rinduku padamu. Aku ingin merasakan kehadiranmu saat meminumnya. Tak peduli rasa pahitnya yang membuatku mual. Akan lebih pahit lagi jika lebih lama aku menahan rasa rindu ini.

Berapa lama lagi aku harus menunggu?
Apakah kamu di sana juga merindukanku?

Sent?

Aku terdiam sejenak.

*enter*

Hening.



Detik demi detik berlalu.
Tak ada jawabanmu.


Balon chat-mu pun masih tetap offline.

Dulu selalu ada waktu untuk kita
Kini ku sendiri
Dulu kata cinta tak habis tercipta
Kini tiada lagi lagi
Sedang apa dan dimana dirimu yang dulu ku cinta
Ku tak tahu tak lagi tahu seperti waktu dulu
Apakah mungkin bila kini ku ingin kembali
Menjalani janji hati kita

Aku tersentak mendengar bait lagu 
yang tiba-tiba mengalun dari playlist laptopku. Liriknya melemparkanku kembali pada kenyataan. Sesuatu yang tak ingin kupercaya. Sesuatu yang kuharap hanya mimpi belaka. Air mataku pun jatuh tak tertahan. 

Sudahlah, sudah berakhir semuanya. Kamu telah benar-benar pergi dariku. Satu minggu sudah dirimu tidak ada lagi di dunia ini. Kecelakaan proyek, kata mereka. Tak mungkin kamu dapat membaca dan membalas message dariku ini. Tak bisa menemuiku lagi. Tak bisa memelukku lagi. Tak bisa lagi meminum kopi bersamaku lagi. Kini aku hanya ditemani secangkir kopi, dan bayangmu. Tak ada lagi kamu. Masa-masa indah itu sudah berakhir..

Aku pun kembali menangisimu seperti malam-malam sebelumnya s
ampai akhirnya terlelap dengan membiarkan laptop tetap menyala di kasurku.

*beep* *beep*

Sebuah notifikasi dari chat yang tak sempat kumatikan berbunyi.


arisman_of_the_year is now online

arisman_of_the_year is typing message..
Sinta my sweetheart,
Aku pun sangat merindukanmu..


*beep* *beep*
 
arisman_of_the_year is now offline



-tulisan ini untuk #30HariLagukuBercerita dari lagu Sammy - Sedang Apa dan Dimana

Monday, February 13, 2012

PERMEN COKELAT


Sore itu sepulang kantor aku tidak langsung menuju rumah. Aku sedang suntuk dengan pekerjaanku yang akhir-akhir ini membuatku sakit kepala. Kuputuskan untuk jalan-jalan sebentar untuk menyegarkan pikiranku.

Langkahku terhenti di depan sebuah toko permen dan cokelat. Nuansa pink cerah menghiasi toko tersebut, di pintu masuknya ada tulisan "Happy Valentine". Oh iya besok Valentine ya,pikirku. Namun bukan itu yang membuatku tertarik. Deretan warna-warni dan bentuk dari permen cokelat yang terpajang di etalase yang membuatku tertarik. Aku memang paling tidak tahan melihat benda-benda warna-warni yang lucu. Aku bergegas masuk ke dalam toko. Saking terburu-burunya, hampir saja kumenabrak dua anak kecil berpakaian lusuh yang sedang duduk di depan etalase toko tersebut.

Toko ini cukup ramai pengunjungnya. Segera kuambil keranjang belanja di meja samping kasir lalu dalam hitungan detik aku sudah berpindah dari satu rak ke rak lain. Mataku berbinar-binar melihat hamparan permen cokelat dan kue ini. Seperti Hans dan Gretel rasanya. Aku mengambil beberapa permen cokelat yang menurutku kelihatan enak. Makan cokelat pasti bisa menaikkan mood-ku yang sedang drop ini. Menurut beberapa artikel kesehatan dan jurnal penelitian yang pernah kubaca, dengan memakan beberapa potong cokelat setiap hari dapat memperbaiki respon metabolisme pada orang yang memiliki tingkat stres yang tinggi. Hal ini karena cokelat akan meningkatkan level zat-zat neurotransmitter ke otak yang akan memicu pengeluaran hormon-hormon pembuat rasa senang dan rileks seperti serotonin sehingga menimbulkan perasaan bahagia sesudah memakannya.

Setelah kurasa belanjaanku cukup, aku menuju antrian di kasir. Kulihat dua anak yang hampir kutabrak tadi kini juga ada di dalam toko. Si anak yang lebih besar sebelah tangannya memegang setumpuk koran dan tangan sebelahnya lagi menarik tangan anak yang lebih kecil.

"Jangan dek.. itu harganya mahal..kakak ga punya uang sebanyak itu.."

Dia berusaha membujuk. Namun adiknya malah makin merengek sambil menunjuk-nunjuk deretan rak permen-permen. Karena menimbulkan keributan, akhirnya mereka ditarik paksa keluar toko oleh satpam.

Aku terenyuh melihatnya. Kulihat isi keranjang belanjaku. Cukup banyak, rasanya tak mungkin akan kuhabiskan sendiri, dan sepertinya tadi aku juga mengambil permen yang diminta anak itu. Kuputuskan untuk memberikannya pada anak itu nanti. Sambil menunggu antrian pandanganku mencari-cari keluar toko. Takut kedua anak itu sudah pergi.

Keluar dari toko segera aku mencari-cari mereka. Ah, dua anak itu masih ada di luar. Si adik sudah berhenti menangis tapi matanya masih tak lepas memandangi etalase toko. Aku buru-buru menuju ke mini market yang tepat berada di samping toko permen itu. Kubeli dua buah tas kecil dan dua sikat gigi beserta pasta giginya. Kemudian permen cokelat yang tadi kubeli kumasukkan dalam tas itu.

"Halo adik manis..." Aku menyapa dua anak itu. Mereka terkejut melihatku dan menatapku heran.

"Ini, kakak ada hadiah untuk kalian.. diterima yah.."

Si kakak tampak ragu-ragu menerima pemberianku. Sementara adiknya dengan senang hati menerimanya. Matanya berbinar saat melihat isi tas kecil dariku.


"Permen cokelat yang aku mau!! Terima kasih kakak... kakak baik sekali.." si adik tampak gembira sekali. Aku tersenyum senang. Tetapi si kakak masih tampak ragu untuk membuka isi tasnya.

"Hei, kakak ikhlas kok.. Ga baik loh menolak pemberian orang.. Anggap saja itu hadiah dari Tuhan untuk kamu.." kataku pada si kakak. Akhirnya dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih berkali-kali sambil menangis padaku.

"Jangan lupa gosok gigi ya sehabis makan permen cokelatnya.." kataku sambil berpamitan untuk meninggalkan mereka.

Sepanjang jalan pulang aku bernyanyi kecil sambil mengulum permen cokelat. Hatiku terasa lega. Ternyata banyak cara untuk menjadi bahagia.. Salah satunya berbagi kebahagiaan dengan orang lain akan membuat hati kita bahagia juga. Indahnya berbagi..

DARK CHOCOLATE



"Lagi bikin apa?" kepalamu menyembul dari balik pintu dapur.

Aku menoleh sekilas ke arahmu. Mata mengantukmu masih jelas terlihat.

"Bikin coklat.. Sini, aku udah buatin kopi.."

Kamu mendekatiku, mencium lembut pipiku lalu mengambil segelas kopi yang telah kusiapkan. Kamu mengambil kursi untuk duduk di dekatku lalu menyeruput kopimu pelan-pelan.

"Buat pesenan valentine?" tebakmu.

Aku mengangguk. Bisnis catering yang kujalani setahun belakangan saat ini sedang laris manis. Apalagi menjelang valentine begini, pesanan coklat meningkat. Sebenarnya aku sempat kewalahan menerima pesanan-pesanan itu karena semuanya kukerjakan sendiri. Akhirnya mau tak mau beberapa pesanan kutolak dengan berat hati.

"Aku temenin yah.." katamu sambil melihat-lihat apa yang kukerjakan. Aku hanya mengangguk lalu meneruskan memotong-motong coklat.

Kamu memain-mainkan telur, tepung terigu, dan bahan-bahan lain yang ada di meja. Aku tersenyum geli saat kamu mengoleskan tepung ke wajahmu sendiri lalu bertingkah lucu seperti anak kecil.

"loh ini ada coklat yang udah jadi.." kamu mengambil sebatang coklat yang sudah terbuka setengahnya.

"itu namanya dark chocolate sayang.. itu bahan dasarnya..nanti dilelehin trus dicampur sama bahan-bahan lain..eeehh jangan dimakan.."

Terlambat. Kamu sudah mengunyah coklat hitam itu. Wajahmu berubah seketika saat menelannya. Kemudian kamu berusaha mengeluarkannya lagi ke tempat cucian piring. Aku tergelak melihat tingkahmu.

"Bueh.. pahit banget.. coklat kok pahit sih" gerutumu. Masih sambil tertawa aku memberikanmu segelas air putih. Kamu langsung meneguknya sampai habis.

"Aku kan belum selesai jelasin tadi, kamu asal comot aja.. dark chocolate emang gitu rasanya.. makanya untuk bisa dimakan ya harus dicampur sama bahan yang lain dulu.."

Kamu mengangguk-angguk, lalu kembali duduk di sampingku. Aku kembali meneruskan pekerjaanku. Kali ini aku memperingatkanmu untuk tidak mengerecokiku lagi. Akhirnya kamu hanya diam dengan kopimu sambil memperhatikanku.

"Cinta itu berarti kayak dark chocolate ya.." katamu tiba-tiba. Aku mengendik ke arahmu sekilas.

"Pahit awalnya, tapi setelah bercampur dengan hal-hal lain yang menyenangkan rasanya jadi enak.. seperti.. cinta kita.." kamu meneruskan perkataanmu.

Aku terdiam sejenak. Mencerna ucapanmu, lalu menggeleng.

"Memangnya mencintai seperti kita ini.. enak? jadi itu yang kamu rasakan?" aku menatapmu tajam."Menurutmu cinta kucing-kucingan seperti ini.. enak?" lanjutku.

Kamu bangkit dari kursimu, lalu memelukku dari belakang, menciumi tengkuk dan rambutku.

"Apapun jalannya..bagaimanapun caranya kita mencinta..bagiku itu tetap terasa indah. Memang pahit rasanya menjalin cinta seperti ini, tapi cobalah kamu resapi dari sisi yang lain, kamu pasti dapat merasakan manisnya.." katamu lembut di telingaku.

Kali ini aku benar-benar menghentikan pekerjaanku. Bagaimana aku bisa konsentrasi kalau kamu seperti ini.

Akhirnya aku nikmati pelukanmu. Kita pun berpelukan, berciuman mesra. Ah mungkin kamu benar, masih ada rasa manis dalam cinta 'dark chocolate' kita ini.

"Lihat, selalu ada kesempatan kan untuk merasakan manisnya cinta kita?Seperti pagi ini.." katamu sambil menatapku. Aku tersenyum, mengecup bibirmu kilat, lalu mencoba melepaskan pelukanmu.

"Udah ah sayang.. ntar ada yang ngeliat.." sedikit meronta kulepaskan kedua tanganmu yang masih melingkar di pinggangku. Tapi kamu malah mempererat pelukanmu.

"Sebentar lagi yah.. aku masih kangen.. setelah ini kan aku harus pergi lagi.."

Aku menghela napas pasrah. Kuteruskan memotong-motong dark chocolate tadi dengan kamu yang masih erat memelukku.

Aku pun masih merindukanmu.. tapi bagaimana nanti kalau ada yang melihat kita seperti ini..

Terdengar suara langkah-langkah kaki menuruni tangga. Sebuah suara memanggilku. Aku menyahutinya. Spontan kamu melepaskan pelukanmu, kembali ke kursimu, lalu menyeruput kopimu yang hampir dingin.

"Pagi sayang..." sosok suara yang memanggilku tadi kini muncul di pintu dapur. Ia pun menyapamu dan kamu balik menyapanya. Kemudian ia menghampiriku, memeluk dan mengecup lembut keningku. Suamiku, kakak kandungmu.

Kulihat dari sudut mataku kamu pura-pura menunduk, mengambil sebatang dark chocolate yang masih tersisa di meja, lalu memakannya. Dan lagi-lagi kamu pun memuntahkannya.

Sayang, bukankah tadi sudah kubilang kalau itu pahit rasanya?.

Sunday, February 12, 2012

ICE CREAM CHOCOLATE



"Kita dulu kayak gitu ya.."

Aku menunjuk ke arah dimana ada dua orang anak kecil yang sedang berebut es krim. Si anak perempuan ingin mencoba es krim cokelat yang dimakan oleh si anak lelaki, tapi si anak lelaki malah menjauhkan es krim miliknya dari si anak perempuan. Si anak perempuan pun merengut dan bersiap akan menangis. Padahal dia juga punya es krim dengan rasa yang sama. Melihat si anak perempuan mulai menangis, si anak lelaki tadi langsung menyuapkan es krim miliknya. Sweet..pikirku.

Kamu mengalihkan pandangan dari buku yang sedang kamu baca dan menoleh ke arah yang kumaksud, lalu tersenyum kecil."Wajah ngambeknya juga persis kamu tuh.."

Aku memperhatikan anak perempuan itu. Ya, memang sekilas mirip aku. Bagaimana bisa?.

"Andai saja yaa waktu itu kamu ga ninggalin aku.."

Kamu menutup bukumu, lalu menatapku.
"Harusnya waktu itu kamu nungguin aku.." balasmu. "Kan aku udah bilang aku pasti kembali.."

"Tapi kamu kan ga bilang kapan kamu akan kembali! kamu pikir semuanya bisa terjadi sesuai rencana?"

Dadaku sesak setelah mengucapkan kata-kata itu. Air mataku hampir saja keluar. Ingatan tentang kenangan masa kecil bersamamu - perpisahan kita - sampai pertemuan kita yang tak disangka bergantian berkelebat di pikiranku. Masih saja tersisa penyesalan dan kemarahan di hatiku walaupun hal itu sudah lama berlalu.


Kudengar kamu menghela nafas. "Tunggu di sini." katamu.

Tak lama, kamu kembali dengan dua es krim cokelat di tanganmu.
"Buat kamu.. biar ga nangis lagi.." katamu sambil memberikan salah satu es krim padaku.

"Memangnya aku anak kecil yang bisa berhenti nangis kalo dikasih es krim?"

"Buatku kamu memang masih anak kecil.. Seperti kamu yang selalu menganggapku es krim cokelat-mu kan?" senyum jenaka menghiasi wajahmu.


Aku dan kamu pun tertawa bersama, kemudian menikmati es krim cokelat sambil bercanda riang seperti dulu semasa kecil kita..

Tentu saja dari dulu sampai sekarang kamu-lah es krim cokelatku.. mood booster-ku..

Beberapa saat kemudian dari kejauhan dua anak kecil tadi berlari-lari menghampiri kami, diikuti seorang wanita cantik dan pria berkacamata di belakangnya.

"Papaa..." Anak perempuan itu menghambur ke pelukanmu. Kamu berdiri lalu menggendongnya. Kulihat wanita cantik tadi menghampirimu lalu memberikan ciuman kilat di bibirmu. Aku memandangnya iri.

"Sudah mau pulang sayang? Tadi kok rebutan es krim sama Tian?" tanyamu sambil mengelap mulut anak perempuan itu yang belepotan cokelat.

"Aku kan pengen nyobain juga Pah.."

"Kamu kan udah punya sendiri Fika.. Masa masih minta punya aku.." Anak lelaki yang dipanggil Tian tadi kini sudah berada di antara kami. Wajahnya terlihat kesal tidak mau disalahkan.

Aku menghampirinya. Mengusap-usap rambutnya dengan sayang.
"Kalo sama anak perempuan ngalah dong, sayang.."Aku mengecup pipinya. Tian balik mengecup pipiku.

"Yuk Mah kita pulang.. Itu papa udah datang.." Tian menunjuk pria berkacamata tadi. Suamiku.
Dia menghampiriku lalu mengecup keningku. Sempat kulihat sekilas kamu membuang muka.

"Aku duluan yah.." pamitku.

Sampai ketemu lagi ice cream chocolate-ku.. nanti.. saat kita tidak sedang bersama keluarga kecil kita..

Saturday, February 11, 2012

HOT CHOCOLATE

we.heart.it


Langit mulai gelap dan gerimis sudah mulai turun. Beberapa orang terlihat mulai sibuk, ada yang mengeluarkan payung kecil dari tasnya, mengeluarkan jas hujan, mencari-cari tempat berteduh, yang naik kendaraan pun segera menepi. Aku memperhatikan kegiatan mereka dari balik kaca coffee shop tempatku berada saat ini.


Bunyi bel tanda pintu dibuka mulai rajin terdengar. Hujan mulai turun dengan derasnya. Orang-orang sepertinya memilih untuk masuk dan memesan menu sembari menunggu hujan reda. Kulihat adikku dan beberapa pelayan mulai kewalahan melayani tamu yang datang bagai air mengalir itu. Aku tersenyum melihat mereka. Sejak coffee shop yang merupakan usaha keluargaku ini dipegang oleh adikku, jumlah tamu yang datang semakin meningkat. Dia memang pintar dalam mempromosikan sesuatu. Sebenarnya saat ini aku ingin sekali membantu tapi sayangnya tidak bisa. Jadilah aku hanya memantau kegiatan mereka sambil menikmati segelas hot chocolate dari tempat duduk favoritku ini.


Aku mengalihkan pandanganku kembali keluar jendela. Hujan makin lama makin deras. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada seorang gadis yang berdiri di luar tanpa payung maupun jas hujan. Rambut dan bajunya dibiarkannya basah kuyup. Beberapa orang yang melintas menatapnya heran. Apa yang dipikirkannya, pikirku. Tiba-tiba gadis itu akan menyebrang jalan..

"HEI AWAS....." Dalam hitungan detik aku sudah di luar dan menarik tubuh gadis itu. Sebuah mobil melaju kencang. Hampir saja ia nyaris tertabrak.
Aku dan gadis itu jatuh terbaring di pinggir trotoar.


"Apa-apaan kamu!! Cari mati ya!" seruku padanya. Gadis itu tak menjawab, hanya menatapku. Wajahnya cantik.. dan dia.. ternyata sedang menangis. Kalau saja mata indahnya tidak memerah aku juga tidak menyadarinya. Air matanya bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya.

Aku menghela napas. "Ayo masuk ke dalam. Kalo hujan-hujanan seperti ini kamu bisa sakit nanti.." ajakku sambil membantunya berdiri. Gadis itu menepis tanganku.


"Kenapa?Kenapa kamu menolongku?Biarkan saja aku mati tadi.. Toh untuk apa aku hidup. Tidak ada lagi yang mencintaiku. Aku sudah dicampakkan..."teriaknya.

Ternyata dia memang berniat untuk mati. Aku mendengus kesal.

"Memangnya kalau kamu mati dia akan mencintaimu lagi? Dasar bodoh!" Tak peduli kuangkat tubuh mungilnya lalu menggendongnya menuju tempat duduk di teras coffee shop. Gadis itu meronta-ronta.

"Apa-apaan sih ..."

"Duduk di sini. Jangan kemana-mana." aku memotong kata-katanya lalu bergegas masuk ke dalam. Dia merengut.

Beberapa saat kemudian, "Ini, pakai mantelku dan minum hot chocolate ini.." Gadis itu menerima gelas berisi hot chocolate dari tanganku. Lalu aku memakaikan mantel hangatku padanya. Dia menyeruput pelan-pelan hot chocolate itu. Aku memperhatikannya.

"Terima kasih.." kata gadis itu akhirnya. Dia menatapku. "Namaku Mary.." katanya memperkenalkan diri.

"Sama-sama..Oh ya aku Randy.." jawabku.

Kemudian tanpa kuminta Mary menceritakan peristiwa yang menimpanya hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Ternyata beberapa hari yang lalu kekasih yang sudah bersamanya selama lima tahun memutuskannya karena akan menikahi wanita lain. Pernikahannya berlangsung tadi pagi. Mary diam-diam datang dan melihat dari jauh. Ternyata pasangan mantan kekasihnya itu perutnya sudah membesar. Mary merasa dibohongi selama ini. Dia kecewa dan muak melihat pasangan pengantin itu, apalagi melihat mantan kekasihnya mengusap-usap perut mempelainya. Mary meninggalkan acara itu sambil menangis dan dia memutuskan untuk mati saja.
Selama dia bercerita aku hanya mengangguk-angguk, tersenyum, sambil membelai-belai rambut ikalnya. Kisahnya mengingatkanku pada seseorang.

"Sudahlah.. kalaupun kamu mati mereka juga tak akan peduli padamu.. Lebih baik kamu mempertahankan hidup dan melakukan hal-hal yang lebih baik dari sebelumnya..Jika hidup masih bisa diberi arti yang lebih spesial dan bermakna, mengapa harus diakhiri dengan cara melawan takdir?" kataku mencoba untuk bijaksana. Padahal dalam hati aku juga sakit mendengar kata-kataku ini.  

Seandainya saja aku juga bisa seperti itu..

Mary tersenyum. "Ya.. terima kasih Randy.. aku akan mencobanya walaupun masih terasa berat.."


Dia mengacungkan gelas hot chocolate-nya. "Terima kasih juga untuk ini.. Enak sekali.. Hatiku jadi terasa hangat.. pasti dirimu juga sehangat hot chocolate ini ya Randy.."


Aku memeluk Mary. Lama sekali. Kini bisa kucium wangi rambutnya yang masih basah karena hujan-hujanan tadi. Mary nampak terkejut karena kupeluk tiba-tiba seperti ini. Dia mengusap-usap punggungku. Kehangatan menyelimutiku. Ah Mary, sebenarnya kamulah yang telah menghangatkan hatiku yang membeku selama ini..  Seandainya saja kamu datang lebih cepat..
Kusudahi pelukanku. Kutatap wajah cantik Mary yang tersenyum. 

"Hujan sudah mulai reda.. sebaiknya aku pulang sekarang Randy.. sekali lagi terima kasih telah menyelamatkanku dan untuk.. hot chocolate ini.." Mary bersiap akan pergi.
Aku hanya mengangguk. 
"Besok aku akan ke sini lagi.. "janjinya sebelum pergi. Sempat ia mencium pipiku sekilas. Wajahku terasa panas.
Besok mungkin kita tidak bertemu lagi, Mary..

***
"Jadi... Randy sudah meninggal.. setahun yang lalu??" Mary terduduk lemas di sofa tempat duduk favoritku ketika ke coffee shop  keesokan harinya. 
Dia menatap hot chocolate yang selalu disajikan adikku setiap pagi untukku, meski aku sudah tiada sekalipun.

"Kemarin saya baru saja bertemu dengannya.. dia menyelamatkan saya ketika saya mau bunuh diri dengan tabrak lari di...situ.. Hei, kamu pasti melihatnya juga kan.. Kamu pasti juga ada di sini kemarin.." desak Mary pada Rayna, adikku. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Rayna tersenyum sedih.

"Setahun yang lalu kakak saya itu tertabrak mobil di sana.." Rayna menunjuk ke jalan tempat Mary kemarin nyaris tertabrak. "Dia melihat kekasihnya bersama pria lain saat ia sedang duduk di tempat anda sekarang ini.. Dia bermaksud untuk mengejar mereka.. tetapi.." Rayna tidak melanjutkan kata-katanya.

Seorang pelayan mengantarkan segelas hot chocolate  pesanan Mary. Rayna mengangguk permisi pada Mary karena harus melayani tamu yang lain.

Kini Mary tertegun menatap bergantian hot chocolate yang dipegangnya, sofa kosong dan segelas hot chocolate di ada hadapannya.


Harusnya kamu ada di sini menemaniku menikmati hot chocolate ini Randy.. Masih dapat kurasakan hangatmu saat memelukku.. sehangat hot chocolate ini.. Terima kasih telah menyelamatkan hidupku..

Friday, February 10, 2012

KUE COKELAT

we.heart.it


Sudah hampir tengah malam namun mataku masih belum mau terpejam. Buku-buku resep masakan dan kue berserakan di lantai kamarku. Aaahh... aku menggaruk-garuk kepalaku. Aku masih bingung akan membuat apa di perlombaan memasak yang diadakan kantorku dalam menyambut hari Valentine. Kantorku memang kurang kerjaan. Entah kenapa tiba-tiba mengadakan lomba seperti ini, bahkan wajib hukumnya untuk pegawai wanita. Ada-ada saja. Beda denganku, teman-temanku malah menyambut gembira adanya lomba ini. Ya, karena apa yang kita buat saat lomba tersebut nantinya harus diberikan langsung kepada orang yang kita suka. Sedangkan aku, akan kuberikan pada siapa masakanku nanti?. Aku sudah lama sekali tidak membuat kue dan tidak sedang dekat dengan laki-laki manapun. Aku menghela napas dan mulai menggerutu kenapa harus ada Valentine.

Aku jadi teringat pembicaraanku tadi siang dengan Vino, teman baikku di kantor saat kami makan siang. Satu-satunya lelaki yang dekat denganku ya Vino ini. Dia baru beberapa bulan bergabung dengan kantorku, mejanya pun sebelahan denganku. Oleh karena itu kami jadi akrab. Vino tertawa saat aku mengeluh adanya lomba itu.

"Aneh kamu Rin..Biasanya cewe-cewe seneng loh Rin menjelang valentine.. mereka pasti sibuk cari kado, bikin cokelat.. Aahh untung aku cowo.. tinggal nerima aja.." kata Vino sambil tertawa.

Aku merengut, "Dari dulu aku ga pernah ngerayain Valentine Vin..Beli cokelat mendingan aku makan sendiri.."

"Emang ga pernah ngasih ke pacar atau.. siapa gitu Rin..." tanya Vino.
Aku menggeleng.

Itulah sebabnya aku ga pernah merayakan Valentine seperti teman-temanku yang lain. Aku tidak seberuntung mereka dalam hal percintaan. Aku pun kapok tidak mau lagi memberi cokelat ke orang yang kusuka. Dulu aku pernah diam-diam memberikan cokelat kepada senior yang kusuka saat Valentine. Namun apa yang selanjutnya kulihat benar-benar membuatku sakit hati. Senior itu malah membagi-bagikannya ke teman-temannya dan dia tidak memakannya sedikitpun. Aku kecewa.
Vino seperti mengerti kegelisahanku.
"Gapapa Rin.. buat aja kue yang menurutmu paling enak.. ntar malem kamu liat-liat aja di buku resep, trus catet di kertas.. Aku siap menerima kue buatanmu deh.."

Aku tersadar dari lamunanku. Iya ya, kuberikan pada Vino saja kue buatanku besok. Toh dia juga tidak punya pacar walaupun banyak fansnya. Aku mengambil salah satu buku resep kue, membalik-balik halamannya dan berhenti pada satu halaman. Aku tersenyum. Aku sudah tahu akan membuat apa besok.

 ***
"Serius Rin ini untuk aku??" Vino terkejut saat kuberikan kue cokelat berbentuk hati kepadanya seusai lomba. Kue buatanku menjadi juara favorit para juri.
Aku tersenyum mengangguk.
"Kue valentine ga harus untuk pacar kan?" kataku sambil mengedipkan mata.

Vino tertawa. "Yuk kita makan kuenya.."
Kami pun memakan kue buatanku bersama-sama.
"Enak?" tanyaku pada Vino.
Vino mengacungkan jempolnya, "Perfect! Ga terlalu manis.. Kamu inget aja kesukaanku.."
Aku tersenyum senang mendengar pujian Vino.
"Rin.. mulutmu belepotan cokelat tuh.. Sini aku bersihin.." Vino mendekatkan dirinya ke wajahku, lalu memegang daguku lembut. Aku berdebar saat pandangan kami bertemu. Tiba-tiba Vino mendaratkan sebuah ciuman kecil di bibirku. Aku terkejut.

"Tahun depan mau buatin aku kue valentine lagi kan Rin?" tanya Vino lembut seraya menatapku dalam. Aku balas menatapnya tak percaya. Jadi dia selama ini mencintaiku.

"Ma..u...Mmmm..." Sebelum aku meneruskan perkataanku, lagi-lagi Vino memotongnya dengan mencium bibirku. Kali ini aku membalas ciumannya.

Valentine-ku kali ini manis sekali,, semanis ciumanku dan Vino,, juga semanis kue cokelat buatanku.. 

Monday, February 6, 2012

Hari ini satu dari mimpi saya akhirnya terwujud..
Mungkin bagi mereka hal yang sepele, tapi bagi saya ini benar-benar  dream comes true banget!
Akhirnya.. salah satu dari cerita saya di blog ini berhasil dibukukan!! Alhamdulillah...

Awalnya, saya hanya iseng2 menulis saat melihat timeline di twitter, salah seorang teman saya Hilda sedang membicarakan tentang #FFberantai dengan teman-temannya sesama penulis. Jadi mereka membuat FF berantai yang berawal dari surat seorang penulis yaitu @firah_39 berjudul Surat Untuk Tuan Arsitek . Kemudian surat tersebut dibalas oleh @adit_adit ,sebagai penulis yang 'memiliki' si Tuan Arsitek. Kemudian dilanjutkan oleh beberapa penulis lain seperti @WangiMS @hildabika @_raraa sampai akhirnya terkumpul 29 cerita dari 21 penulis (termasuk SAYA!!!). Senangnyaa..

Tadinya cerita yang saya masukkan bukan yang muncul dalam buku ini.. tapi karena ada missed communication akhirnya malah cerita ini yang dimasukkan.. Saya membuat tiga cerita untuk FF berantai ini.. pengennya sih tiga-tiganya dimasukkan.. tapi yah kan saya masih nubie, lagipula cerita-cerita dari penulis lain lebih bagus daripada cerita yang saya buat. Sebenarnya sempat tidak pede juga karya saya disandingkan dengan orang-orang yang sudah punya karya yang telah dipublish. Tapi gapapa lah.. namanya orang belajar kan.. yang penting saya tidak boleh cepat puas atas pencapaian ini dan harus terus belajar. Jujur, saya ingin serius di dunia  menulis ini. Saya berdoa semoga akan datang lagi kesempatan-kesempatan dimana saya dapat mempublikasikan karya-karya saya.. Amin..

Terima kasih untuk Allah swt atas rahmat dan kuasaNya.. untuk ayah bunda atas doanya,yah walaupun saat saya beritahu kalau karya saya dibukukan ekspresinya biasa-biasa saja.. untuk adik-adik saya.. untuk Hilda yang dengan baik hatinya mengikutkan karya saya dalam proyek buku ini (kalo ga ada kamu, nama saya juga ga ada di sini, hil), sahabat saya @anissarizki yang selalu menyemangati dan punya mimpi-mimpi seperti saya.. teman-teman pembaca setia blog ini.. dan kamu yang sudah menginspirasi saya..
Dari sini, mimpi saya pun bertambah lagi.. saya ingin punya buku sendiri.. Doakan saya yaa..

Akhir kata, walaupun hanya satu dan tidak sebagus karya yang lain.. buku ini saya persembahkan untuk kalian..

and . . . This is it... 
 

THE COFFEE SHOP CHRONICLES

Sebuah kumpulan 29 flash fiction dari 21 penulis, ditulis dengan tema dan latar tempat yang sama namun dengan sudut pandang berbeda-beda. Romanis, manis, sedih, kecewa, marah, semua rasa ada di sini. Si Arsitek, si Designer, si Barista, si Pengantin, si Kekasih sampai si Cangkir pun punya kisah sendiri. Penasaran? Yuukk diorder ;)

Friday, February 3, 2012

WHAT CAN I DO?

: Reza


"Ta.. tunggu Ta.." nafasku tersengal-sengal karena berlari mengejar perempuan yang sekarang berdiri di hadapanku ini. Akhirnya dia berhenti juga. Namun hei, dia hendak menyetop angkutan umum yang lewat. Segera aku tarik tangannya. Dia menepisnya.

"Biarin Za.. Aku mau pulang sendiri aja.. Aku .."

"Ta, sabar dulu Ta.. Tenang dulu.. Kamu ga bisa pulang dengan keadaan kayak gini. Ayo sini duduk dulu.." aku memotong perkataannya dan menariknya ke bangku halte yang ada tak jauh dari tempat kami berada.

"Nah! duduk dulu.. Aku bawa minum nih.. ayo minum dulu" kuberikan sebotol air mineral yang kubawa padanya. Dia menghela napas dan meminumnya sampai tersisa setengahnya.

Aku duduk di sebelahnya. Wajah perempuan cantik ini kembali sendu. Ah, sebenarnya sejak dulu aku sudah sering melihatnya sedih seperti ini. Ya, aku lah yang menghapus air matanya, memeluknya, menenangkannya jika dia sedang bersedih seperti sekarang ini. Tapi kejadian yang hari ini menimpanya dan melihatnya berwajah seperti ini membuat emosiku benar-benar naik.

Kurang ajar emang si Rama. Harusnya tadi kuhajar dia dulu. Beraninya menyakiti perempuan ini, batinku kesal. 

Aku menyesali kebodohanku yang tidak menyadari perselingkuhan Rama dari awal. Ya, pacar perempuan ini ternyata dekat dengan salah seorang seniorku. Sebenarnya aku sudah lama mendengar gosipnya. Tetapi karena aku pikir hanya gosip semata jadi aku tidak terlalu ambil pusing. Toh selama ini aku mendengar hubungan Rama dengan perempuan ini baik-baik saja walau terpisah jarak. Mungkin seharusnya aku menanyakannya pada perempuan ini. Pantas saja belakangan ini aku lihat status facebook, update twitter dan isi blog nya selalu bersedih. Mungkin saja dia sudah merasakan ada yang aneh dengan pacarnya di sini. Ah, sahabat macam apa aku ini, seperti tidak peduli padanya. Padahal dia menitipkan pacarnya padaku. Tapi hal sepenting ini malah aku tidak menyadarinya. Ah, maafkan aku Ta..

"Bukan salah kamu kok Za.." Nah ini dia. Persahabatan kami yang telah berlangsung lama terkadang membuat kami bisa membaca pikiran satu sama lain. Dia tahu bahwa aku merasa sangat bersalah dengan kejadian ini.

"Maafin aku ya Ta.. ga bisa bantu apa-apa"

Perempuan bernama Sinta ini menggeleng lalu tersenyum menatapku. Tak tampak air mata mengalir di pipinya. Namun wajahnya jelas menyiratkan luka yang dalam. Aku ga sanggup melihat kamu berwajah seperti ini Ta.. lebih baik kamu menangis daripada berpura-pura tegar begini.

"Kamu ada di sini nemenin aku itu udah cukup membantu kok" setelah berkata begitu mata indahnya kembali menerawang.


"Ta, kok ga nangis sih?Aku justru khawatir kalo kamu ga nangis gini.. jangan sok tegar gitu deh.. ah boleh ya Ta aku balik ke tempat si Rama tadi.. kamu mau aku apain dia? Tonjok?Hajar sampai babak belur?Atau apa Ta?"emosiku benar-benar tak tertahankan.

Sinta tertawa. Kenapa malah tertawa?

 "Kamu serem ah Za.. sabar..ga usah dibales.. ntar juga dia kena batunya kok.." Sinta menepuk-nepuk bahuku. Kenapa malah dia yang menyuruhku sabar?. Dasar aneh.

Sinta melihat jam tangannya. Lalu berdiri.


"Udah ya, aku boleh pulang sekarang?" tatapannya memohon padaku.


"Aku anter . . ."

"Ga usah Za.. aku naik taksi aja.. mau mampir dulu palingan.. ilangin stres hehe" Sinta memotong perkataanku cepat. Dasar keras kepala.

"Mampir kemana sih? kayak tau daerah sini aja..ntar malah nyasar.."


"Keretaku masih jam lima Za baru dateng.. mendingan jalan-jalan dulu kan.. rugi amat udah jauh-jauh ke sini.. udah yah, itu ada taksi lewat.." Sinta menyetop taksi biru yang baru saja lewat. Aku tak bisa mencegahnya.

"Makasih ya Za.." Dia melambai ke arahku. Aku tersenyum menatap kepergiannya.

------------------------------

Aku pertama kali bertemu dengan Sinta saat baru pindah sekolah ke ibukota. Aku masuk di kelas yang sama dengannya, dan aku ditempatkan duduk di sebelahnya. Dia ramah dan baik sekali. Aku langsung menyukainya. Aku memang tidak terlalu bisa bergaul. Sinta lah yang mengenalkanku dengan teman-temannya, mengajakku keliling sekolah bahkan mengajakku jalan-jalan keliling ibukota. Kedekatan kami sempat membuat para fans Sinta membenciku. Wajarlah mereka bersikap begitu, aku yang datang dari daerah bisa dekat dengan bintang sekolah seperti Sinta. Tapi Sinta seperti tak peduli. Maka aku pun ikut-ikutan cuek. Sampai akhirnya Sinta berpacaran dengan Rama. Aku sempat tak rela. Namun aku memang tak bisa memilikinya. Bukan, aku tak mau. Aku lebih senang dengan predikat 'sahabat' karena menurutku itu lebih abadi. Sepertinya pilihanku memang tepat. Terbukti sampai sekarang, dia masih menjadi sahabatku.

Pukul dua siang, aku sudah tidur-tiduran di kontrakan. Gerimis sedikit di luar. Aku teringat Sinta. Dimana dia sekarang?Sedang apa?Apa dia masih bersedih?. Kuambil ponselku dan mengirimkan pesan singkat untuknya. Tak berapa lama pesanku dibalas.

Di coffee shop, Za.. Namanya Priya's Coffee. I'm fine, kok. JANGAN NYUSUL YA.

Hmm kalau udah pakai capslock begini berarti dia benar-benar tak mau diganggu. Baiklah. Aku mengirim pesan balasan hati-hati padanya.
Aku masih berpikir, apa yang bisa kulakukan untuk menghibur sahabatku ini. Tiba-tiba mataku tertuju pada foto aku dan Sinta yang kupajang di dekat televisi. Aku tersenyum, teringat sesuatu. Ya, ide bagus! Mungkin orang ini bisa membantu, bahkan justru orang ini yang akan kesenengan.. 

Dimana bro?
Satu pesan singkat kukirimkan. . .




*Fiksi-fiksi yang berhubungan dengan fiksi ini adalah "Malaikat Cintaku"dan "Finally I Found You"(Ada di novel THE COFFEE SHOP CHRONICLES)

Thursday, February 2, 2012

MENYUSULMU

: Rama


Kuhentikan motorku di pinggir trotoar. Sudah hampir dua jam aku berputar-putar menelusuri jalan kota ini untuk mencarimu. Tapi aku belum juga menemukan sosok dirimu di tengah ramainya lalu lalang orang di sini. Aku sudah menghubungi teman-temanmu tapi tidak ada yang menjawab. Sepertinya mereka semua bersekongkol untuk tidak memberitahu keberadaanmu. Bahkan teman baikmu, Reza, juga tidak menjawab pesan dan teleponku. Kuhubungi ponselmu, namun kamu reject. Pesanku pun tidak kamu balas. Pesan terakhirmu hanya mengatakan bahwa hubungan kita sudah berakhir.

Kulirik jam tanganku. Sudah hampir sore. Mungkin saja kamu sudah kembali pulang dengan kereta keberangkatan siang tadi. Tapi tadi aku juga tidak melihat sosokmu di stasiun. Aku tidak tahu lagi harus mencari kemana. Baru saja hendak kustarter motor untuk melanjutkan pencarianku, tiba-tiba gerimis turun diiringi bunyi petir yang bergemuruh. Sepertinya akan hujan deras dan aku tidak membawa jas hujan. Lebih baik aku berteduh dulu di suatu tempat sambil memikirkan kemana lagi aku harus mencarimu. Mataku tertuju pada coffee shop  di seberang jalan tempatku berada. Kuputuskan untuk berteduh di sana, mungkin segelas minuman hangat bisa menyegarkan kembali pikiranku.

Coffee shop ini selalu ramai. Apalagi saat sore menjelang malam ini, makin banyak saja pengunjungnya. Ada beberapa yang baru datang sama sepertiku. Mungkin tujuannya sama denganku, karena di luar hujan mulai turun.

Aku menuju counter untuk memesan minuman. Ada seorang wanita bule yang juga sedang memesan minuman. Aku masih melihat-lihat menu dan tiba-tiba terdengar jeritan wanita bule tadi. Rupanya dia bertabrakan dengan seorang lelaki seumuran denganku, dan minumannya tumpah mengenai baju lelaki itu. Aku menoleh sekilas kemudian berpaling lagi menatap menu.

"Hot chocolate satu ya.." kataku pada barista yang sudah menunggu pesananku dari tadi. Hot chocolate, minuman kesukaanmu. Barista tadi mengangguk dan memintaku menunggu.

Kualihkan lagi pandanganku ke wanita bule dan lelaki tadi. Sepertinya mereka terlibat pembicaraan serius. Sekarang ada seorang perempuan memakai rok kuning cerah di sebelah lelaki itu. Kudengar wanita bule itu sepertinya mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan. Wajah lelaki itu tampak menegang dan perempuan di sampingnya tampak terluka. Wajahnya mengingatkanku pada wajahmu tadi siang. Aku menggeleng mencoba melupakan.

Hot chocolate-ku sudah jadi, setelah membayar aku mencari tempat duduk. Ketiga orang tadi terlihat masih bersitegang. Kulihat sekelilingku, sepertinya pengunjung lain ikut menguping pembicaraan ketiga orang tadi. Aku mengambil tempat tak jauh dari mereka supaya bisa ikut menguping. Sambil menikmati minumanku, aku memandangi ketiga orang itu. Mungkin wanita bule itu masa lalu lelaki itu, pikirku sok tahu.

Hei, rasanya aku tak asing dengan pemandangan ini. Ah iya, aku seperti melihat kejadian tadi siang, saat kamu memergokiku bersama perempuan itu. Aaaggghh.. aku benar-benar marah pada diriku jika ingat kejadian itu. Kamu yang tiba-tiba datang dengan sekotak kue, lalu melihatku sedang mencium wanita lain di depanmu!. Bayanganmu yang menepis tanganku saat kuberusaha memberi penjelasan, kotak kue yang kau lempar, dan wajahmu yang terluka berkelebat di pikiranku. Damn! Kusesali kebodohanku.

Kukeluarkan kotak kue darimu dari dalam tasku. Walaupun kamu melemparnya untung saja kotaknya tidak rusak, dan aku mengambilnya. Kubuka, isinya strawberry cheese cake favoritku bertuliskan "Happy Birthday Sayang" yang bentuknya kini sudah tak karuan di meja. Aku terdiam. Terbayang wajahmu yang memesan kue karena aku tau kamu tidak bisa membuatnya, tapi kamu selalu hapal kesukaanku. Kubayangkan kamu sendirian dari kotamu naik kereta untuk menemuiku, pacarnya yang brengsek ini. Tak terasa air mata sudah menggenang di sudut mataku. Sinta, maafkan aku...

"Ah, strawberry cheese cake.. sepertinya lezat.. padahal saya baru saja mau memberikan kue ini pada anda.." sebuah suara mengagetkanku.
Seorang wanita sebaya kakakku sudah berada di sampingku, tersenyum ramah dan membawa sepotong kue. Kulihat sekelilingku, sepertinya dia membagi-bagikan kuenya pada semua pengunjung di sini. Kualihkan pandanganku ke counter, wanita bule dan pasangan tadi sudah tidak kelihatan. Mungkin sudah pulang saat aku melamun tadi. Aku kembali menatap wanita di sampingku ini.

"Terima kasih banyak.. Anda sedang berulang tahun?" tanyaku.

"Bukan. Suami saya..."jawab wanita itu perlahan. Aku mencari-cari lelaki yang dimaksud suami wanita itu, tapi sepertinya dari tadi wanita itu hanya sendirian.

"Suami saya sudah meninggal.. ini hari ulang tahunnya.. dan saya ingin merayakannya.."wanita itu menjelaskan. Dia sepertinya mengerti aku yang kebingungan.

"Anda juga berulang tahun rupanya?Kue ini pasti dari seseorang yang spesial.."tebak wanita itu. Aku tersenyum.


"Ya.. dan saya orang bodoh yang telah mengecewakan seseorang yang spesial itu.."
Wanita itu kini duduk di hadapanku.

"Kita baru akan mengerti betapa berartinya kehadiran seseorang setelah kita kehilangannya.."katanya perlahan. Ada nada getir dari suaranya. Pasti teringat almarhum suaminya.

"Anda benar.. Sekarang saya benar-benar kehilangannya.. Saya sudah melepaskan seseorang yang paling berarti untuk saya.. Saya menyesal.. Saya ingin dia memaafkan saya.." tanpa sadar aku sudah bercerita masalahku pada wanita ini. Rasanya seperti sedang berbicara dengan kakakku saja.

"Kejarlah dia.. Minta maaflah dengan sungguh-sungguh dan berjanji tidak akan mengulanginya.. Mungkin dia akan sulit menerima anda lagi pada awalnya.. Itu risiko karena dia sudah kehilangan kepercayaannya pada anda.. Anda harus berjuang keras jika anda benar-benar mencintainya.. Jangan sampai menyesal di kemudian hari.."saran wanita itu.

Aku mengangguk.

"Besok saya akan menyusulnya, semoga dia mau menerima permintaan maaf saya.."

"Semoga berhasil.."Wanita itu tersenyum dan berdiri untuk kembali ke tempat duduknya.

Aku mengucapkan terima kasih padanya. Hatiku sedikit lega setelah berbicara dengannya. Aku menyeruput lagi hot chocolate-ku.

"Ah, saya jadi ingat.." Wanita itu berbalik lagi ke arahku. "...Tadi ada perempuan cantik yang menangis duduk di sini, di tempat anda sekarang ini.. katanya baru saja putus dengan pacarnya.. kasihan sekali dia, untung saja tak berapa lama datang seorang laki-laki yang menghiburnya.. Katanya teman sahabatnya.. Itu yang samar-samar saya dengar tadi.."

Aku tersedak mendengar kata-kata wanita itu.

"Perempuan itu.. seperti apa.. orangnya? maksud saya memakai baju apa?" segera kuserbu wanita itu dengan pertanyaan-pertanyaan. Mungkin saja kan, mungkin saja itu kamu..

"Yang jelas cantik, putih, dia memakai serba ungu.." wanita itu mengingat-ingat.

Itu kamu.

"Jam berapa? Anda melihatnya jam berapa? Lalu.. sekarang apa anda tau dia akan kemana?" Aku mengguncang-guncang bahu wanita itu. Wanita itu menjadi kebingungan. Pengunjung lain mulai melirik ke arah kami.

"Dia pergi kira-kira satu setengah jam lalu.. keluar bersama lelaki berkaus hitam itu.. tapi lalu wanita itu naik taksi sendirian.. lelaki itu hanya mengantar sampai depan pintu kafe.. kalau saya tidak salah sepertinya dia mau ke stasiun.." tiba-tiba seorang pelayan yang akan membersihkan meja di sebelahku menjawab.

Aku hampir bersorak kegirangan. Segera kubereskan kue dan tasku dan bergegas menuju parkiran motor.


Semoga belum terlambat untuk menyusulmu, Ta..

Bahkan aku sampai lupa berterima kasih pada wanita dan pelayan tadi..

(Fiksi-fiksi yang berhubungan dengan fiksi ini adalah Malaikat CintakuFinally, I Found You (ada di novel THE COFFEE SHOP CHRONICLES), Secangkir IngatanDrama)

Wednesday, February 1, 2012

MALAIKAT CINTAKU

: Sinta

Aku berdiri di depan sebuah coffee shop yang katanya cukup terkenal di kota ini dengan tidak bersemangat. Kutatap pantulan diriku di kaca pintu masuk sebelum membukanya. Ah, kusutnya diriku ini. Mata sembab, muka kucel, jilbab acak-acakan. Kurapikan jilbabku asal saja sebelum memasukinya. Malu dilihat orang kalau penampilan acak-acakan begini. Apalagi aku bukan orang asli kota ini.

Aroma khas kopi segera tercium saat aku membuka pintu. Sejenak mataku mencari-cari tempat yang kosong. Rata-rata tempat yang nyaman sudah terisi. Ada tiga pasang kekasih, dua orang wanita, juga beberapa bapak-bapak yang sepertinya sedang meeting. Yes, ada tempat nyaman di sudut dekat kaca yang belum terisi. Setengah berlari segera ku menuju ke sana. Setelah duduk seorang pelayan menghampiriku menanyakan pesananku. Aku tidak suka kopi, jadi aku memesan hot chocolate, minuman favoritku.

Sambil menunggu pesanan datang, aku bertopang dagu memandang sekitarku. Kulihat pasangan kekasih di pojok dekat jendela berlawanan dari tempatku berada. Posisi mereka menghadap ke arahku, jadi aku bisa melihat wajah mereka. Ah, cakepnya cowo itu, gumanku dalam hati melihat lelaki berjambang tipis dengan kaus biru itu. Dia sedang asik dengan notebook-nya, sepertinya dikejar deadline. Wanita di sampingnya manis, membaca novel dengan menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu. Romantisnya.. Alangkah senangnya jika aku yang menjadi wanita itu. Sepertinya si wanita sadar kalau kupandangi dari tadi, segera kualihkan pandanganku ke arah lain.

Di salah satu meja yang lain, ada sepasang kekasih juga. Sepertinya mereka backpacker dan akan liburan bersama, dilihat dari ransel besar di bawah meja mereka. Mereka terlihat bersemangat sekali. Di sudut lain ada juga sepasang kekasih, kulihat tangan lelakinya menggenggam tangan wanitanya. Sepertinya lelaki itu sedang membujuk wanitanya yang sedang ngambek. Aku memandangi mereka dengan iri. Ah, mengapa banyak romantisme di sekitarku di saat aku sedang berduka seperti ini?. Sepertinya hanya aku wanita malang yang ada di ruangan ini.


Kualihkan pandanganku ke meja lain. Ada dua wanita yang tak jauh dari tempat pasangan backpacker. Oh, kulihat salah satu wanita itu menangis. Entah apa yang dia tangisi. Ternyata bukan aku satu-satunya yang sedang berduka. 

Minuman pesananku datang. Kuhirup aroma coklat panas itu dan meminumnya perlahan. Melihat wanita yang menangis tadi aku jadi teringat alasan mengapa aku bisa ada di coffee shop ini. Pikiranku melayang ke beberapa jam yang lalu, sebelum aku tiba di sini. Tadinya aku hendak menuju kampus pacarku, memberi kejutan di hari ulang tahunnya ini. Aku sudah membawa kue ulang tahun yang kubeli di toko kue terkenal di kotaku kemarin, dan malamnya aku sudah naik kereta api menuju kota tempat pacarku berada ini. Sepanjang jalan aku sudah membayangkan pasti dia akan terkejut senang melihatku datang. Apalagi kami sudah lama tidak bertemu karena kesibukan masing-masing dan komunikasi kami akhir-akhir ini juga kurang baik. 

Setibanya di kota ini, sahabatku menjemputku. Aku memang sudah minta tolong padanya untuk menjemputku dan mengantarku ke kampus pacarku yang juga satu kampus dengannya. Aku sangat antusias begitu tiba di kampus dan bergegas menuju gedung fakultas tempat pacarku berada. Namun apa yang kuharapkan dengan kenyataan yang terjadi sebaliknya. Saat aku bertemu dengan pacarku, dia sedang bersama seorang wanita yang tak kukenal. Mereka berbincang begitu mesra, dan kulihat wanita itu memberikan sebuah hadiah untuk pacarku. Aku lebih terkejut lagi saat kulihat pacarku itu mencium wanita itu kemudian menatapnya dengan tatapan yang seharusnya dia berikan hanya untukku, pacarnya.

Hampir saja kulabrak mereka namun sahabatku menahannya. Pacarku itu terkejut bukan main saat melihatku. Wanita yang bersamanya pun terkejut melihatku. Wajah mereka salah tingkah. Tapi mereka tidak bisa mengelak lagi, toh aku sudah melihat semuanya. Segera kuberikan kue ulangtahun itu dan bergegas meninggalkannya. Tak peduli pacarku itu menahanku untuk memberikan penjelasan. Kutepis tangannya dan aku berlari meninggalkan kampus tersebut. Harusnya kutampar dulu dia tadi, sesalku kini.

Ah, tak terasa air mata mengalir di pipiku. Air mata yang sejak tadi kutahan. Kutolak tawaran sahabatku yang ingin mengantarkanku ke stasiun untuk pulang lagi ke kotaku. Aku bukannya menuju stasiun malah mampir ke coffee shop ini. Biarlah, toh keretaku datang jam lima sore. Masih banyak waktu. Aku ingin menenangkan diri dulu.

Bodohnya aku, harusnya aku sadar kalau ada banyak perubahan dari pacarku itu. Memang seharusnya aku tidak percaya pada hubungan jarak jauh. Kupikir tidak ada masalah karena kami sudah melewati tahun ketiga kami. Namun kenyataannya… 

Ponselku tiba-tiba berbunyi. Pesan dari sahabatku. Ternyata dia mengkhawatirkanku dan menanyakan keberadaanku. Kukabari dia bahwa aku baik-baik saja dan sekarang berada di coffee shop, tapi aku tidak mau dia menyusulku ke sini.

Udah ya jangan nangis lagi, Ta.. Sebentar lagi aku kirim malaikat ke sana.. Pokoknya sebentar lagi kamu pasti tersenyum lagi deh. Isi pesan singkat terakhir sahabatku membuatku tersenyum.  

Malaikat apa?. Ah, sahabatku ini ada-ada saja.

“Maaf..” tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku. 

Di hadapanku ada seorang lelaki yang tidak kalah tampan dari lelaki berjambang tadi. Aku terpana. Ini mimpi atau bukan sih?. Lelaki itu tersenyum, mengulurkan tangan padaku.

“Apa kamu yang namanya Sinta, sahabatnya Reza?Maaf membuatmu terkejut..Saya Aldi..”Aku masih tertegun menatap lelaki itu.

“Ah iya, saya Sinta.. Iya sahabatnya Reza..”kuulurkan tanganku padanya. Ada sedikit debaran di dadaku.

“Boleh saya duduk di sini?Kata Reza kamu sedang butuh malaikat.. Tapi kayaknya Reza salah deh..Masa malaikat butuh malaikat..” Kata-kata lelaki bernama Aldi ini langsung membuat wajahku memerah. Malu.    

Aku melihat ke sekelilingku. Wanita yang bersandar di bahu lelaki tampan berjambang tadi sekilas tersenyum padaku. Pandangannya seperti mengatakan, jangan menangis lagi, tersenyumlah, lelaki ini lebih pantas untukmu..
Aku membalas senyumannya. 

Ah sepertinya setelah ini aku juga akan mengalami romantisme seperti pasangan-pasangan kekasih tadi..
Semoga..

- mencoba menyambung fiksi-fiksi keren nya @adit_adit, @firah_39, @WangiMS, @_raraa  dan @hildabika 
-Baca juga #FFberantai lainnya di sini