Pages

Wednesday, March 28, 2012

SEMANGKUK BAKSO TAHU



Warung Bakso Mang Didi.

Pandanganku beralih berkali-kali dari layar ponsel ke tenda warung di hadapanku ini.

Warung Bakso Mang Didi. Meet me here. Please.
Hanya 3 kalimat. Singkat. Aku menghela napas. Apa-apaan dia seenaknya memintaku menemuinya lagi. Bodohnya, kenapa juga aku mengiyakan permintaannya.

Aku mengintip ke dalam tenda. Lumayan ramai juga pembelinya. Aroma kuah bakso tertangkap indera penciumanku dan segera mengirim sinyal ke otakku. Tiba-tiba saja aku merasa lapar. Ah, tahan dulu. Orang yang memintaku bertemu saja belum kelihatan batang hidungnya.


Tuesday, March 27, 2012

SELAMAT ULANG TAHUN, KAMU...


Seperti biasa, aku dan kamu menghabiskan sisa hari itu dengan berbincang di sebuah kafe favorit kita. Dua gelas lemon tea hangat menemani canda kita senja itu. Aku tak pernah bosan, menatapmu yang bersemangat dengan cerita-ceritamu, tergelak dengan tingkah konyolmu, memandang senyum manismu. Wajar saja, sebab kita hanya bisa bertemu seperti ini seminggu sekali. Tentu saja aku tak bosan, sebab hubungan jarak jauh ini selalu membuatku rindu padamu. 

“Hei, besok kamu ulang tahun kan ya?” tiba-tiba kamu membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk.

Friday, March 23, 2012

KISAH KUPU-KUPU YANG LUCU



“Kupy….tunggu aku..jangan terbang cepat-cepat dong..” Lebi, si lebah terbang terengah-engah mengikuti sahabatnya Kupy, si kupu-kupu.

Kupy tertawa-tawa, bukannya memperlambat laju terbangnya ia malah terbang makin tinggi bahkan salto di udara. Lebi susah payah mengikutinya.


Tuesday, March 20, 2012

PAYUNG UNGU AMELA


Sudah beberapa hari ini hujan tak henti menyambangi kota. Namun hal itu tidak menyurutkan langkah anak-anak berseragam putih merah di komplek Puri Indah menuju tempat dimana mereka mendapat ilmu dan bermain. Mereka berlarian menyusuri jalanan yang becek berlumpur untuk memasuki gerbang sekolah. Payung kecil dan jas hujan warna-warni yang mereka kenakan ikut menghiasi pemandangan pagi itu.


Saturday, March 17, 2012

CINTA YANG MENYEMBUHKAN


Perempuan di hadapanku itu kini menunduk. Mengusap sisa-sisa bening air matanya. Padahal beberapa saat yang lalu—ketika kusapa di pertemuan pertama kami, ia masih dapat menunjukkan senyum terindahnya. Bagiku. Aku yang terpesona olehnya sejak pertama kali melihatnya dalam bingkai foto yang terpajang di kamar sahabatnya, teman akrabku. Sejak saat itu wajahnya selalu menghiasi mimpi indahku. Pertemuan dengannya saat ini di sebuah coffee shop kotaku adalah mimpi indahku yang terwujud. Bertemu dengan perempuan pujaanku—malaikatku.


Wednesday, March 14, 2012

AKU SAKIT KARENAMU, GIGI


Gemetar.

Aku sudah berdiri sejak lima menit yang lalu di depan pintu masuk kaca transparan bangunan putih ini. Rumah Sakit Prima Medika. Berkali-kali pula aku ditabrak lalu-lalang orang-orang yang hendak masuk ke dalamnya diiringi tatapan heran dan kesal mereka.

Biar saja, coba aja kalo mereka jadi aku..

Seorang satpam yang dari tadi memperhatikanku dengan tatapan curiga kini mendekatiku.

“Ada yang bisa saya bantu mba?”

Aku meringis menatap satpam itu. Bahkan menjawab pertanyaannya saja aku tak mampu. Buru-buru aku menggeleng kemudian berlari masuk ke dalam.

BRAK!!

“Aduuuuhh…”

Karena tidak hati-hati dan memperhatikan sekeliling aku bertabrakan dengan seseorang yang hendak masuk juga. Aku jatuh terduduk. Tiba-tiba kurasakan rasa sakit dari mulutku yang sedari tadi kutahan semakin menjadi-jadi. Aku mengusap mulutku.

Astaga. Darah!. Iya, ada darah segar keluar dari mulutku.
Air mataku mengalir. Sakit sekali..

“Maaf..Maaf..saya buru-buru jadi ga sengaja nabrak kamu..Hei, kamu baik-baik aja?Ayo kubantu berdiri..” sebuah suara lembut menyapaku, tangannya terulur padaku.

Seorang laki-laki tinggi berwajah tampan dan lembut dengan jas putihnya. Aku terpana melihatnya.

“Ya ampun…mulut kamu berdarah! Ayo sini, cepat diobati..” Lelaki itu panik melihatku yang berlinang air mata sambil memegang mulutku yang mengeluarkan darah.

Dengan lembut ia menuntunku masuk lalu berbicara dengan seorang wanita di bagian pendaftaran. Dari pembicaraan mereka aku tahu ternyata lelaki ini adalah seorang dokter gigi. Dan ia akan memeriksaku sebentar lagi.

Beruntung sekali kamu Tita.. Hal yang kamu takutkan dan hindari hari ini sekarang malah menghampirimu. Aku mendengus kesal. Apa sebaiknya aku kabur saja ya?

“Nah..” Lelaki dokter gigi itu kini menoleh padaku. “Kamu udah pernah berobat ke sini sebelumnya?”

Aku menggeleng. Ini pertama kalinya aku ke rumah sakit. Aku selalu ketakutan jika berurusan dengan rumah sakit, obat, jarum suntik, bahkan dokter.

“Kalau gitu kamu isi dulu formulir pendaftarannya. Nanti kamu akan diantar Suster Rita ke ruangan saya..” Dia mengangguk pada seorang wanita berwajah ramah yang entah dari mana datangnya sudah ada di sampingnya. Suster Rita tersenyum ramah padaku.

“Baiklah.. saya tunggu di ruangan ya..” Dia pun berlalu meninggalkanku yang masih terdiam menatap formulir pendaftaran poliklinik gigi itu.

Tolong, aku ga mau ke dokter gigi!!!, jeritku dalam hati. 

Tapi kalau dibiarkan sakit gigiku bisa bertambah parah. Akhirnya mau tak mau kuisi formulir itu. Setelah itu  aku diantar suster Rita menuju ruang praktek dokter itu. Sampailah aku di depan ruangan yang kutakuti. Poliklinik gigi dan mulut. Di depan pintunya ada papan nama bertuliskan Drg. Evan.

Ooo.. Jadi namanya Evan..

“Ga usah takut mba Tita.. Dokter Evan baik banget kok..Cakep lagi..iya kan?” Suster Rita menyemangatiku sambil mengedipkan mata padaku sebelum kami masuk ke dalam. Aku hanya meringis mendengarnya.

Suster ini genit juga, pasti seisi RS ini mengincar dokter Evan. Tapi walaupun cakep tetap saja semua dokter membuatku takut..

Dokter Evan menyambutku ramah. Setelah memeriksa data-dataku sebentar ia mempersilahkanku untuk berbaring di dental chair. Jantungku berdebar ketakutan melihat alat-alat kedokteran yang ada di depanku. Ini lebih dari sekedar mimpi buruk!. Keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku.

Namun ketakutanku perlahan hilang. Benar kata suster Rita, dokter ini baik sekali. Dia pintar sekali membujuk dan mengatasi ketakutanku. Yah walaupun begitu tetap saja aku menitikkan airmata saat gigiku yang sakit dicabut.

Keberuntunganku tak berhenti sampai di situ. Bahkan dokter itu sampai membiayai seluruh pengobatanku karena merasa bersalah dan bertanggung jawab telah memperparah sakit gigiku.

Dokter, tampan, baik hati pula.

Wajahku tiba-tiba panas saat melihat senyumnya. Jantungku berdebar kencang saat jemarinya menyentuh pipi dan bibirku saat ia memeriksaku.

Aku telah jatuh cinta dibuatnya.

Tak sabar rasanya menunggu hari kontrol gigiku yang berikutnya. Aku ingin bertemu dengannya lagi.

***

Tiga hari kemudian…

“Hah? Kenapa dokter Evan ga masuk sus?” aku terkejut kecewa. Padahal hari ini aku sudah berdandan cantik karena akan bertemu dengannya.

"Kok gitu ya sus, padahal dokter sendiri yang bilang sama saya supaya kontrol tiga hari lagi.." protesku.

“Iya mba Tita, jadi hari ini mba Tita akan ditangani oleh dokter yang lain karena dokter Evan menikah. . .”

Apa?? Dokter Evan… Menikah??

Penjelasan selanjutnya dari suster itu tak lagi kudengar. Rasa ngilu di gigiku yang kemarin sudah hilang kembali muncul.

Gigiku sakit lagi…
daripada sakit hati
lebih baik sakit gigi ini
biar tak mengapa
masih dapat kutahan
tapi ini sakit lebih sakit
kecewa… karena cinta
Meggy Z - Lebih Baik Sakit Gigi 


-tulisan ini untuk #30HariLagukuBercerita 

Thursday, March 8, 2012

SOMEONE LIKE YOU



Aku melipat mukena unguku dan kumasukkan ke dalam tas. Lalu aku beranjak ke pojok tempat cermin besar disediakan untuk para wanita merapikan dandanannya seusai shalat. Mushalla yang kudatangi ini terletak di dalam salah satu mall di pusat kotaku. Suasananya nyaman dan bersih, membuat jamaah yang datang untuk shalat betah berlama-lama di dalamnya. Termasuk aku.

Aku mematut diriku di depan cermin. Memoles sedikit bedak agar wajahku kembali segar dan lipgloss di bibir. Kurapikan hijabku sebelum melangkah keluar.

Di luar tampak ramai orang-orang yang antri untuk masuk ke mushalla. Aku mengucap syukur dalam hati. Di tengah hingar-bingar mall, orang-orang ini ternyata tidak melupakan penciptanya.

Aku mengambil sepatuku di tempat penitipan, lalu memakainya sambil duduk di sofa yang disediakan. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sosok yang duduk di sofa yang terletak di hadapanku. Nafasku serasa terhenti seketika.

Kamu??

Sosok lelaki itu kini menunduk merapikan tali sepatunya. Aku menatapnya lekat-lekat, memastikan penglihatanku tidak salah. Kemudian lelaki itu kembali duduk tegap, pandangannya seperti mencari-cari entah siapa. Kali ini aku benar-benar menatapnya tanpa berkedip.

Penampilannya santai dan sederhana dengan berkaus kerah biru tua dan celana jins abu-abu. Walaupun sedang duduk, jelas terlihat posturnya tinggi jangkung dengan dada yang bidang. Kulitnya sawo matang dan berambut ikal. Kacamata bingkai hitamnya menambah kesan dia terlihat pintar.

Mirip sekali dengan kamu.. Mungkinkah itu kamu?. Kita kan juga sering mendatangi mushalla ini ketika sudah masuk waktu shalat saat sedang jalan-jalan di mall ini. Dulu.

Aku pun jadi teringat pada sosok kamu yang pernah menemani hari-hariku beberapa tahun lalu. Kamu yang sangat kucinta namun tega memberiku luka. Kamu yang perawakannya mirip sekali dengan lelaki yang ada di hadapanku ini. Aku tak pernah ingat apa kamu punya kembaran. Atau inikah fakta dari pernyataan bahwa di dunia ini setidaknya ada 7 orang yang mirip dengan kita?

Aku benar-benar penasaran. Siapa lelaki ini?. Mengapa ia begitu mirip denganmu.  Kupikir ini adalah halusinasi karena terkadang aku masih merindukanmu hadir di hidupku. Tetapi rasanya belakangan ini aku sudah tidak pernah lagi memikirkanmu.

Ups, lelaki ini sepertinya mulai sadar kalau dirinya kuperhatikan sedari tadi. Pandangan kami bertemu. Dia menatapku. Bahkan caranya memandang mirip sekali. Tatapannya seperti membuatku tertelan masuk ke dalamnya. Aku berdebar senang. Love at the first sight. Aku jatuh cinta pada sosok yang bahkan namanya aku tak tahu. Sungguh konyol.

Aku merasakan sepertinya lelaki itu menatapku dengan pandangan bertanya. Apa lelaki itu juga merasakan hal yang sama denganku?. Jangan-jangan lelaki itu juga punya seseorang di masa lalu yang mirip denganku. Haha, pede sekali diriku.

Hei, lelaki—mirip kamu ini kini tersenyum padaku. Jantungku berdebar kencang, perutku serasa bergejolak. Aku merasakan wajahku memerah. Sudah lama aku tak merasakan perasaan seperti ini. Perasaan yang sama saat aku berdebar bersamamu dulu.

Andai saja itu benar-benar kamu..

Ternyata aku belum benar-benar move on..

Baru saja kuputuskan untuk menghampiri lelaki—mirip kamu untuk menyapanya lebih dekat, sosok lelaki lain sudah lebih dulu menghampiriku. Tunanganku. Mungkin lebih tepatnya seseorang yang tak kucinta namun kuterima saja untuk mengobati luka hatiku sepeninggalmu.

Aku berdiri menyambutnya. Tunanganku ini mengajak makan karena ia sudah kelaparan. Dengan berat hati kuikuti langkahnya meninggalkan mushalla. Kusempatkan untuk melirik sosok lelaki—mirip kamu yang kini menatapku seperti kecewa seraya melempar senyum kecil.

Semoga saja ini bukan pertemuan kita yang terakhir…