Warung Bakso Mang Didi.
Pandanganku beralih berkali-kali dari layar ponsel ke tenda warung di hadapanku ini.
Warung Bakso Mang Didi. Meet me here. Please.Hanya 3 kalimat. Singkat. Aku menghela napas. Apa-apaan dia seenaknya memintaku menemuinya lagi. Bodohnya, kenapa juga aku mengiyakan permintaannya.
Aku mengintip ke dalam tenda. Lumayan ramai juga pembelinya. Aroma kuah bakso tertangkap indera penciumanku dan segera mengirim sinyal ke otakku. Tiba-tiba saja aku merasa lapar. Ah, tahan dulu. Orang yang memintaku bertemu saja belum kelihatan batang hidungnya.
Hampir lima menit berlalu aku berdiri di depan warung bakso itu, menunggu kedatangan si pengirim pesan—seenaknya saja menurutku—itu. Kalau semenit lagi dia tidak datang juga kuputuskan untuk makan sendirian saja di warung bakso ini.
Seseorang memanggil namaku. Dari kejauhan nampak seorang lelaki dengan setelan jas hitam berlari-lari menghampiriku. Aku terpana. Kemudian tersenyum geli. Dia mengajakku bertemu di sini dengan berpakaian seperti itu? Yang benar saja. Dalam hati aku berharap semoga nanti dia akan berubah pikiran.
"Maap ya nunggu lama.. Acaranya baru beres.. Lagian kan aku harus cari alasan dulu ..."
"Ya ya aku ngerti" potongku tak sabar.
Lelaki di hadapanku ini masih terengah-engah. Keringat mengalir di pelipisnya. Sepertinya dia memang terburu-buru untuk berusaha bertemu denganku di sini.
"Jadi, ada apa?kenapa kamu tau-tau mau ketemu aku di sini?" tanyaku dingin.
"Jangan sinis gitu dong.."
"Aku kan udah bilang ga mau ketemu kamu lagi" kataku sambil membuang muka.
"Tapi aku mau ketemu kamu! Hari ini ga lengkap kalau ga ada kamu.." tegasmu.
Lagi. Kamu selalu mengucapkan kata-kata yang dapat meluluhkan pertahananku.
"So.. Kita makan di sini?" Aku mengendikkan bahu ke arah warung bakso yang aromanya sedari tadi memanggil-manggil.
"Yuk!" Kamu menarikku masuk ke dalam.
Aku terbelalak tak percaya. Kamu benar-benar mau makan di warung bakso ini, dengan setelan jas pula. Aku menggeleng. Memang kamu ini lelaki gila. Aku pun ikut gila karena mengikutimu.
"Bakso tahu dua ya Mang..kayak biasa..Minumnya es teh manis dua juga.." katamu pada Mang Didi, si penjual bakso.
Sebelum aku sempat protes kamu sudah berkata padaku, "Nanti tahu-nya buat aku aja.."
Ternyata kamu masih ingat kalau aku tidak suka tahu.
"Aku ditraktir kan?" tanyaku. Masih dengan sikap sinis. Kamu tertawa.
"Iyaa.. Biar ga ngambek lagi.."
"Harusnya aku minta traktiran yg lebih mahal nih. Masa traktiran wisudaan bakso doang.." cibirku. Lagi-lagi kamu hanya tertawa menanggapiku.
"Maunya tadi aku ajak kamu candle light..Tapi kan.."
"Ah, janji palsu.." Aku menyudahi. Aku tak ingin mendengar lanjutan kalimatmu.
Dua mangkuk bakso tahu dan dua gelas teh manis telah terhidang di meja kami. Aromanya sangat mengundang selera. Setelah berdoa sejenak kamu langsung menyantap bakso tahu milikmu.
"Ah iya, aku lupa.." Kamu beralih mengambil mangkuk baksoku. Memisahkan tahu dan memindahkannya ke mangkukmu. Lalu kamu memotong-motong baksoku. Kebiasaan yang selalu kamu lakukan bila kita makan bakso tahu.
"Nih.. silahkan dimakan tuan putri.." candamu. Aku tersenyum menatap mangkuk berisi bakso yang sudah terpotong kecil-kecil itu.
"Kapan lagi ya aku punya seseorang yang mau motong-motongin bakso kayak kamu gini.." gumanku di sela-sela makanku.
Kamu menghentikan suapanmu. Lalu menatapku dengan tatapan merasa bersalah.
"Nanti... Pasti.. Ada.." katamu perlahan.
Aku mengendikkan bahu. Kulanjutkan suapanku. Sejenak kami diam menikmati bakso tahu masing-masing.
"Sini, aku suapin.." katamu setelah menandaskan bakso tahumu.
"Ga.. Emangnya aku anak kecil.." tolakku.
"Habis kamu makannya lama.."
"Sengaja. Biar lebih lama sama kamu.." Ah, kenapa aku berkata seperti ini. Padahal hari ini aku sudah bertekad tidak mau terlihat lemah di depanmu.
Kami saling bertatapan.
"Aku ga bakal lupain kamu.." katamu akhirnya.
Aku tertawa pelan. Terserah apa katamu, aku tak mau peduli lagi. Aku sudah cukup lelah menanti. Toh akhirnya kamu lebih memilih meninggalkanku demi pilihan orang tuamu.
Tiba-tiba ponselmu berdering. Kamu menatapku sebelum menerimanya. Ah, aku bisa membacanya. Sudah waktunya ya..
Terdengar suara lembut seorang wanita dari seberang teleponmu. Pasti dia, tunanganmu.
"Iya maaf.. sebentar lagi aku ke sana sayang.." jawabmu pelan sambil memandangku dengan pandangan meminta maaf. Aku membuang muka.
"A-aku harus pergi sekarang.." katamu setelah menutup pembicaraanmu di telepon tadi.
Aku hanya mengangguk. Aku harus kuat, kataku dalam hati. Kamu pun membayar pesanan kita tadi.
"Kamu masih mau di sini?" tanyamu sebelum beranjak dari tempat dudukmu.
"Iya.."
"Yaudah.. Aku.. pergi dulu ya.. Makasih untuk hari ini.. Maafin aku.." Kamu mengecup keningku. Air mataku sudah mendesak ingin dikeluarkan.
"Hei.." Aku menahanmu saat kamu berbalik. Kugenggam telapak tanganmu.
"Selamat ya.. untuk kelulusan dan pernikahanmu.."
Kamu menghela napas. Dan lagi-lagi meminta maaf. Oh sudah cukup rasanya kudengar permintaan maafmu.
Kulepaskan genggamanku. Lalu kamu pun pergi meninggalkanku.. dengan semangkuk bakso tanpa tahu yang telah dingin.
Kuusap sudut mataku. Kemudian segera kutandaskan baksoku.
"Mang, tambah lagi ya baksonya.. Tapi ga pake tahu.." kataku.
Aku butuh semangkuk bakso lagi untuk melupakan kesedihanku hari ini..
#FFHore day5
Another story from "UNDANGAN"
hiks hiks sediihh.. ya udah tinggal makan bakso lagi aja :-D
ReplyDeletehihi kalo lagi sedih biasanya makan jadi lebih banyak ya ;p
Deletehuaaa. kok malah di sini sih yang sedih endingnya :3
ReplyDeletehihi.. iya nih lagi pengen penggalauan massal mba ;p
DeleteWaaa aku selalu jatuh cinta pada cowo2 yang potong2in makanankuuu. Nyaris jatuh cinta pada tokoh pria ini. Sayangnya dia sudah tunangan. Hiks
ReplyDeletesweet yah cowonya.. aku juga suka sama cowo ini.. ;)
DeleteAh cowonya ngapain sih? ucapan perpisahan ceritanya..? payah cuma traktir bakso tahu.. tp ngomong2 so sweet bun. andai... :D
ReplyDeleteini tuh sekuelnya "UNDANGAN" mbanis.. hihi
Deletesweet tapi nyakitin yah..