Sudah beberapa hari ini hujan tak henti menyambangi kota. Namun hal itu tidak menyurutkan langkah anak-anak berseragam putih merah di komplek Puri Indah menuju tempat dimana mereka mendapat ilmu dan bermain. Mereka berlarian menyusuri jalanan yang becek berlumpur untuk memasuki gerbang sekolah. Payung kecil dan jas hujan warna-warni yang mereka kenakan ikut menghiasi pemandangan pagi itu.
Sebuah sedan berwarna hitam mengkilap berhenti di gerbang sekolah. Kaca tengah mobil itu terbuka, di dalamnya ada seorang gadis cilik berkuncir dua. Amela namanya. Ia mengulurkan tangannya, meraba seberapa deras hujan yang turun.
“Payungnya non..” seorang pria setengah baya membuka pintu mobil untuknya dan sudah bersiap untuk memayunginya.
“Biar aku sendiri saja Pak yang bawa payungnya.. Pak Amir langsung pulang saja..” kata Amela.
Amela mengambil payung kecil dari tasnya. Payung berwarna ungu yang cantik. Beberapa anak memandangnya kagum. Tak ada anak yang memiliki payung secantik itu di sekolah ini.
"Pagi Amela.. payungnya bagus sekali..” puji beberapa anak saat Amela berjalan melewati mereka.
Amela tersenyum senang. Ini memang payung kesayangannya. Mamanya membelikannya saat pergi ke luar negeri beberapa hari yang lalu.
Sampai di depan kelasnya, Amela menjemur payungnya berjejer di depan kelas dengan payung anak-anak yang lain.
“Pagi Dina..” sapa Amela pada seorang anak yang sedang meletakkan payung hitam besar di sebelahnya.
Anak yang dipanggil Dina itu menoleh. Dia teman sebangku dan juga sahabat Amela.
“Eh..Pagi Mel..” balas Dina sambil tersenyum. Ia memandang payung Amela.“Payung kamu bagus banget Mel..”
“Makasih Dina.. Ini dibelikan Bunda.. Eh yuk masuk ke kelas..” Bel tanda masuk sudah berbunyi nyaring. Dina memandangi payung ungu itu lagi sebelum pergi mengikuti langkah Amela .
***
“Dina.. Kamu lihat payungku tidak?” tanya Amela pada Dina saat pulang sekolah. Payung ungu yang ia letakkan di samping payung hitam milik Dina tidak ada di tempatnya. Dina menggeleng. Amela memucat. Payung kesayangannya hilang.
“Kamu sudah bertanya sama Pak Joko,Mel?” Pak Joko adalah penjaga sekolah mereka.
“Sudah Din..tadi waktu istirahat masih ada katanya.. Duh mana Pak Amir ga bisa jemput, dia harus jemput papa ke bandara..” Amela hampir menangis. Dina memandangnya iba.
“Coba kita cari sekali lagi yuk sambil nunggu hujannya agak reda.. kalo nanti masih ga ketemu,aku antar kamu..kita sepayung berdua..payungku cukup kok untuk kita berdua”
Amela mengangguk. Mereka pun mulai mencari ke sudut-sudut kelas, memeriksa lemari dan laci kelas sampai mengudak-udak isi tong sampah. Namun payung ungu Amela tetap tidak ditemukan.
“Kita pulang aja yuk Din.. udah sore.. nanti mama papa kita khawatir..biarlah nanti aku jelasin sama mama kalau payungku hilang” ajak Amela. Dina mengangguk.
Hujan masih turun walau tidak terlalu deras. Amela dan Dina berjalan beriringan di bawah lindungan payung hitam Dina. Dina mengantar Amela sampai depan rumahnya. Rumah Amela tidak terlalu jauh dari sekolah. Rumahnya paling besar dibandingkan dengan rumah-rumah di sebelahnya. Walaupun keluarganya cukup terpandang di komplek perumahan itu, namun keluarga Amela terkenal sangat dermawan.
“Makasih ya Dina..” Amela memeluk Dina setelah mereka tiba di depan gerbang rumahnya. Dina tersenyum mengangguk.
“Kamu ga mau mampir dulu Din?Nanti kalo Pak Amir pulang biar dia antar kamu sampai rumah..” tawar Amela.
“Makasih Mel.. tapi ga usah.. aku pulang sekarang aja.. takut ditunggu ibu di rumah..”tolak Dina halus.
“Hati-hati ya Din..”
***
Sesampainya di rumah Dina mengeluarkan buku-buku dan isi tas di kamarnya. Ada sebuah kantong plastik hitam di dalamnya. Dina mengeluarkan isinya. Payung ungu Amela. Jantung Dina berdebar, namun hatinya merasa puas. Sejak pertama kali melihat payung itu ia begitu ingin memilikinya. Rasa itu makin lama makin kuat hingga ia tak kuasa menahannya. Ia pun menunggu kesempatan untuk mengambil payung itu tanpa sepengetahuan Amela. Sebenarnya ia bisa saja meminta ayah ibunya untuk membelikan payung yang serupa, toh keluarga Dina juga berada.
Dina membuka laci lemari belajarnya. Laci tempat ia meletakkan barang-barang unik milik teman-temannya yang selama ini ia ambil diam-diam. Dina memandang payung ungu Amela sekali lagi. Ada perasaan bersalah merasukinya. Amela pasti tak akan menyangka.
“Maafkan aku ya Amela.. Aku ini kleptomania*)..” bisik Dina lirih sambil mengecup payung ungu itu.
*) Kleptomania : termasuk penyakit kejiwaan, disebut juga curi patologis. Penderita biasanya tidak dapat menahan keinginan untuk mencuri, disertai adanya perasaan tegang sebelum dan rasa puas selama dan sesudah melakukan tindakan pencurian. Pencurian biasanya dilakukan sendiri (solitary act). Individu mungkin tampak cemas, murung dan merasa bersalah pada waktu di antara episode pencurian, tetapi tidak mencegahnya mengulangi perbuatan tersebut. (Sumber : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa/PPDGJ III hlm 110)
huaaa.. Dinaaa, balikin payungku :3
ReplyDeletehuaa... ada Amela.. kabuuurrr :p
Deletewaah jadi inget temen saya juga ada yang klepto.. itu memang salah satu gangguan kejiwaan ya..
ReplyDeletesalam kenal :-)
iyaa itu gangguan jiwa.. makanya hrs dibedakan dengan mencuri yg lain..
DeleteMakasih udh baca.. salam kenal jg yah ;)
kasian amela yah, sering jadi korban..
ReplyDeletekorbannya dina udah banyak, ga cuma Amela aja.. tapi pada ga ada yang nyangka kalo Dina seperti itu..
Deletewah Dina ternyata pintar menyembunyikan sakit kleptonya dari Amela, Amela sahabatnya sendiri gak tau kalo dia klepto *umpetin payung pinkku takut ada dina* hehehe
ReplyDeleteIyaa Dina pinter nyembunyiin soalnya hehe..
DeleteBilangin Dina aahh hihi
Payungnya emang bagus... *liat gambar. Jadi mau... ambil ah, :D hehehe..
ReplyDeleteaku juga suka payungnya mbanis.. princess siy.. hahaa bocah banget ;p
Delete