Pages

Tuesday, June 26, 2012

MUNGKIN (TAKKAN) ADA LAGI

Raja Ampat - West Papua

Raungan mesin dari kapal yang baru saja tiba akhirnya berhenti. Kapal pun mulai merapat. Setelah itu suasana kembali tenang dan damai. Hanya terdengar percikan ombak kecil yang mendera sisi kapal lalu melepaskannya, juga sayup-sayup kicauan burung-burung kecil beterbangan dari satu pohon ke pohon lain.

Aku duduk beralaskan pasir putih di tepi pantai ini, memangku notebook-ku. Mataku masih lurus memandangi gundukan pulau karang di hadapanku seolah mengambang di air laut yang berkilauan.

Beberapa turis turun dari kapal tadi, kemudian berjalan melewatiku sambil berbicara dengan bahasa Inggris yang cepat. Sempat kulihat mata takjub mereka melihat pemandangan di hadapan mereka ini. Ya, siapa yang takkan terpesona. Raja Ampat—kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten Sorong, Papua ini memang layak disebut surga dunia. Kepulauan Raja Ampat tak hanya dianggap sebagai taman laut terbesar di Indonesia, namun juga diyakini memiliki kekayaan biota laut terbesar di dunia. Di sinilah rumah bagi 540 jenis karang, 1.511 spesies ikan, serta 700 jenis moluska. Kekayaan biota inilah yang menjadikan Raja Ampat sebagai perpustakaan hidup dari koleksi terumbu karang dan biota laut paling beragam di dunia. Saat menginjakkan kaki di Raja Ampat ini maka kegembiraan sudah dapat dirasakan. Orang yang baru datang seketika akan memuji nama Tuhan-nya karena mata dan hatinya terpikat dengan pemandangan alam yang luar biasa ini. Bila orang tersebut hanya diam terkesima, maka itu adalah bukti bahwa orang itu telah tertawan oleh setitik surga yang jatuh di lautan yang jernih sebening kristal dan ombak lembut menyapu pasirnya yang putih.

Kulihat tak jauh dari tempatku tampak pasangan yang sudah memakai perlengkapan selamnya. Mereka sedang menunggu boat yang akan membawa mereka menuju titik selam dimana kita dapat menikmati pemandangan bawah laut yang begitu indahnya.

Aku tersenyum melihatnya. Aku sudah beberapa hari di sini. Pun aku sudah puas menyelami dasar lautan. Saat ini aku hanya ingin melamun dan memandang keindahan tempatku berada saat ini. 

“Mau sampai kapan kamu seperti itu?”

Sebuah suara membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke kanan dan kiriku. Tapi tidak ada seorang pun yang berbicara padaku.

Suara itu…

Tanpa sadar aku memegang dadaku. Ada rasa sakit yang menyesakkan di sana. Dan lagi-lagi air mataku mengalir tanpa bisa kucegah. Padahal selama beberapa hari di sini aku berusaha menahannya.

Aku juga tak mau seperti ini terus!. Kucoba membantah suara itu.

“Hei..”

Kali ini sepasang tangan mengusap sudut mataku. Aku menengadah. Seorang lelaki berkulit coklat tiba-tiba muncul di hadapanku. Air laut masih membasahi tubuh atletis dan ujung-ujung rambutnya. 

Cepat-cepat kutepis tangan itu dan kuhapus sendiri air mataku. Seharusnya ia tak boleh melihatku seperti ini. 

Sekarang ia berjongkok di hadapanku, memandangku sendu. Dipandangi seperti itu air mataku makin deras mengalir. Aku pun terisak-isak menunduk di hadapannya.

"Jadi ini ya alasanmu ga mau ikut aku menyelam.. biar kamu bisa puas menangis dan melamunkan dia di sini." Ia mengambil notebook dari pangkuanku dan meletakkannya di sampingku. Aku diam saja mendengar tuduhannya.

“Lihat aku Rahne..” pintanya lembut.

Aku menggeleng dan menghindari tatapannya. Tetapi sepasang tangannya yang kokoh memegang bahuku.

“Lihat aku plis..”

Ia memegang daguku lalu menciumku lembut. Aku terdiam dalam tangisku. Selesai menciumku ia memandangku dengan tatapan memohon.

“Sekarang ada aku kan, Ne.. Aku suamimu sekarang.. Tolong jangan terus menerus membawa kepingan dirinya..” Naren memelukku erat.

Dalam pelukan Naren aku makin tergugu. Perasaan bersalah makin merasukiku yang tak juga bisa membalas  perasaan orang yang mencintaiku ini.

Maaf, maafkan aku Naren.. Mungkin takkan ada lagi cinta dalam hatiku sepeninggal Wisnu..



Lanjutan dari MEMORI TENTANGMU 

No comments:

Post a Comment

Leave your comment please.. thank you ;)