Toba Lake - North Sumatera |
Angin malam yang dingin berhembus kencang begitu kubuka pintu
depan rumahku. Lalu kututup kembali tanpa suara. Aku tak ingin membangunkan Ibu
yang baru saja terlelap. Dengan mengendap-endap aku berjalan cepat menuruni jalan
kecil menuju danau yang letaknya hanya beberapa meter dari rumahku. Danau Toba.
Ya, rumahku terletak di perbukitan di sepanjang danau itu.
Suasana sepi karena sudah larut malam. Sepanjang aku
berjalan yang terdengar hanya langkah kakiku sendiri dan gemerisik daun-daun di
pohon yang tertiup angin. Aku hanya berharap tidak bertemu orang-orang karena
aku malas sekali menjelaskan jika mereka bertanya mengapa selarut ini aku masih
berada di luar.
Akhirnya aku sampai juga di pesisir danau. Bahkan saat malam
hari pun salah satu danau terbesar di Indonesia bahkan di dunia ini tampak
memesona. Di tengah-tengah danau terdapat pulau kecil bernama pulau Samosir. Malam
ini bulan bulat penuh memantulkan sinarnya pada permukaan danau sehingga menambah
keindahan danau ini. Udara terasa dingin dan sejuk karena di sekitar danau ini
dikelilingi perbukitan hijau. Beberapa penduduk asli membangun pemukiman di
situ termasuk keluargaku. Karena keindahannya tentu saja danau ini menarik
wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Hal ini tentu saja dapat menambah
penghasilan kami, penduduk sekitar danau. Jika mereka berkunjung ke sini,
mereka dapat menikmati keindahan danau dengan berenang ataupun menaiki perahu
motor yang disewakan untuk mengelilingi danau.
Beberapa bulan yang lalu keluargaku masih merupakan salah
satu yang menyewakan perahu motor di sekitar danau sampai peristiwa pahit itu
terjadi.
Malam semakin larut. Mataku mencari-cari ke sekeliling. Keberadaanku
di sini karena memenuhi janji dengan seseorang. Mengapa dia belum juga datang,
kataku dalam hati. Aku makin gelisah sampai akhirnya tiba-tiba sebuah suara
lembut menyapaku.
“Kakak.. ”
Aku menoleh. Seorang gadis cantik tiba-tiba telah berada di
hadapanku. Dia tersenyum.
“Maaf membuat kakak menunggu lama..” lanjutnya lalu ikut duduk
di sampingku.
Aku hanya membalas senyumnya. Entah mengapa lidahku kelu untuk menjawab sapaannya. Aku hanya mengulurkan sehelai kain panjang
berwarna merah padanya. Mata gadis cantik itu langsung berbinar. Ia mengambil kain
ini dari tanganku dan segera mengenakannya di kepalanya. Setelah itu ia bangkit
dari sisiku, bersiap untuk pergi lagi.
“Kamu.. mau pergi lagi, Dik?” Akhirnya suaraku keluar juga
meski terdengar lirih.
Gadis berkerudung merah itu tersenyum sedih menatapku.
“Jangan pergi.. Aku dan Ibu merindukanmu..”
Gadis itu menghela napas.
“Tempatku bukan di sini kak.. Titip salam untuk Ibu ya. Terima
kasih sudah membawakan kerudung kesayanganku kak, sekarang aku sudah bisa
tenang.”
Angin dingin berhembus lagi meremangkan bulu kudukku. Akhirnya
aku mengangguk menyilahkan gadis itu pergi. Ia pun berbalik menuju danau.
Kerudungnya melambai-lambai tertiup angin.
Perlahan sosok gadis berkerudung merah itu pun menghilang
dari permukaan danau.
Semoga setelah ini
kamu bahagia di sana adikku yang tewas tenggelam di danau
karena kecelakaan perahu motor dan meninggalkan kerudung merahnya mengapung di
permukaannya.
Mamaaaaaaa! Malem" baca bgnian! Sukses bkin merinding.. >_<
ReplyDeleteAku aja yang mikir ide n nulisnya merinding Wen.. makanya lama jadinya >,<
ReplyDeleteTapi masih sereman cerita2mu.. hihihi
aku kok malah senyum-senyum ya... adiknya pasti cantik banget.... *beerkhayal*
ReplyDeletewahh,, horor ternyataah..
ReplyDeleteheheheee..
@ dedel :
ReplyDeleteiya nih lagi nyoba2 bikin cerita horor haha
@ Muiz :
jiaahh *tepok jidat*
Ya ampun, kasihan amat adiknya. Tragis
ReplyDelete