Wakatobi - Southeast Sulawesi |
Air laut yang jernih terlihat beriak-riak kecil tertiup angin.
Sementara itu rumput-rumput laut di dalamnya terlihat seolah menari-nari. Hamparan
pasir putih dengan deretan pohon kelapa yang daunnya melambai-lambai di tepi
pantai. Keindahan itulah yang tersaji di hadapan kami setibanya di Wakatobi
ini.
Aku menarik napas lega sembari meregangkan otot-ototku. Perjalanan 1 jam
dari bandara Makassar cukup membuat badanku pegal. Aku tak bisa membayangkan
seandainya naik kapal yang katanya memakan waktu kira-kira 10 jam. Bisa rontok
badanku sebelum sampai di Wakatobi ini.
“Kita sudah sampai nih?”
Suara lembut di sampingku menyadarkanku. Astaga, hampir saja
aku lupa kalau aku ke sini bersama dia. Aku tersenyum lalu menuntunnya mendekat
ke bibir pantai.
“Sudah dong.. Kamu bisa tebak ga kita ada dimana?”
Mata Fira, istriku, masih tertutup dengan kain hitam yang kupakaikan
sejak di rumah beberapa jam yang lalu. Kubiarkan ia sepanjang jalan mengomel
karena penasaran akan dibawa kemana olehku.
“Mmmm…” hidung Fira kembang kempis mencoba mengenali udara
di sekelilingnya. Kakinya menjejakkan pasir tempat ia berpijak berkali-kali.
Air laut membasahi ujung-ujung jari kakinya.
“Pantai ya.. tapi dimana..”
Aku terkikik sementara Fira
sibuk menerka-nerka.
Kutuntun ia sampai masuk ke permukaan laut. Fira bergidik
begitu air laut menyentuh kulitnya.
“Ayo sayang, tenang aja ga bakal tenggelam kok.. Aku
pegangin kamu..” kataku.
Kami terus melangkah sampai tinggal kepala kami saja yang
muncul di permukaan laut.
“Nyerah aah.. Buka dong kain penutupnya…” Fira merajuk. Ia
benar-benar penasaran.
Pelan-pelan aku melepas pegangan tanganku sampai aku yakin
Fira benar-benar mengambang. Lalu perlahan kubuka kain yang menutup matanya.
Fira langsung terbelalak melihat sekelilingnya.
“Ini… dimana..”
“Wakatobi. Kamu bilang ingin ke sini kan sayang..”
Aku
tersenyum penuh kemenangan. Aku selalu ingat saat masih pacaran dulu Fira sering menyebut Wakatobi sebagai tempat ke sekian yang harus dikunjunginya. Ia memang pecinta alam. Sayangnya aku baru sekarang ini dapat mewujudkan keinginannya.
Fira masih terpukau dengan pemandangan sekitarnya.
“Ini supaya kamu ga sedih lagi sayang.. Kamu harus ikhlasin kepergian bayi kita ya.. Semoga Tuhan akan menggantinya sekembalinya kita dari sini..” Aku mengedipkan mata.
Fira mencubit lenganku. “Makasih ya Mas.. Maaf kemarin-kemarin
aku sedih dan merasa bersalah sekali. Tapi sekarang aku mau berusaha ikhlas..”
Mungkin salahku juga karena tidak memperingatkannya agar
tidak bekerja terlalu keras, pikirku dalam hati.
“Yuk, sekarang kita berenang kembali ke pantai. Kita sewa
perlengkapan selam dulu supaya bisa lihat terumbu karang.”
“Lihat lumba-lumba juga ya Mas..” pinta Fira. Aku
mengangguk.
Fira tersenyum bahagia. Aku menatap langit cerah di atas
kami. Kulihat langit pun tersenyum seolah ikut merayakan kembalinya senyum
istriku tercinta.
No comments:
Post a Comment
Leave your comment please.. thank you ;)