Pages

Wednesday, June 20, 2012

GENGGAMAN TANGAN

Tawangmangu waterfall - Karanganyar, Central Java

Udara sejuk dan dingin khas pegunungan menyapa begitu kami tiba di Tawangmangu, suatu daerah yang terletak di lereng gunung Lawu—sekitar 37 kilometer sebelah timur kota Solo. Perjalanan melelahkan selama 1,5 jam dari Solo terlupakan begitu saja setelah melihat pemandangan indah yang terbentang di hadapan kami. Satu per satu kami turun dari bis pariwisata yang membawa kami sejak dari Ibukota, mengikuti instruksi dari Pak Sugeng, wali kelas kami.

“Awas hati-hati Nak turunnya.. Pelan-pelan.. Bobi, ga pake loncat-loncat turunnya!” suara tegasnya memperingatkan anak muridnya yang mencoba bergaya seperti Superman saat turun dari bis.

“Harusnya ada tangga kecil ya Pak, jadi anak-anak gampang turunnya.” terdengar suara Ibu Marni, wali kelas lain pada Pak Sugeng.

“Pegang tangan aku, Rat..” Adri mengulurkan tangannya padaku saat ia sampai di bawah. Cepat kupegang tangannya erat-erat dan meloncat turun dari bis.

“Tas kamu berat ga? Biar aku yang bawa. Nanti pegangan aku terus ya, jalan ke bawah itu licin katanya.” kata Adri. 

Aku menggeleng, sambil memanggul sendiri ranselku.


Terdengar suara Ibu Marni mengumpulkan kami. Beliau pun memberitahukan bahwa kami akan menuruni jalan yang cukup licin dan terjal menuju air terjun “Grojogan Sewu” yang artinya air terjun seribu. Penamaan tersebut konon katanya karena untuk mencapai air terjun setinggi 81 meter ini kita harus menuruni seribu anak tangga. Yang istimewa lagi dari air terjun yang terletak di dalam kawasan hutan lindung seluas 20 hektar ini adalah ada puluhan bahkan ratusan kera yang bebas berkeliaran tanpa takut pada manusia. Bu Marni memperingatkan agar berhati-hati karena kera-kera tersebut juga suka jahil dengan mengambil barang-barang kita.

Kami berbaris dua-dua, lalu turun pelan-pelan mengikuti instruksi Bu Marni yang berada di barisan depan. Pak Sugeng bertugas menjaga barisan belakang. Aku dan Adri berada di barisan dua paling belakang. Aku agak ragu saat menatap ke bawah. Terbayang olehku betapa jauh perjalanan kami untuk turun mencapai air terjun itu.

“Kamu nanti kuat ga, Rat?” tiba-tiba Vita yang berada di belakangku menyapa.

“Alah.. kalo ga kuat kan ada Pangeran Adri yang siap menolong tuan putri Ratih..” kali ini suara Desi mencemooh.

“Adri nih bikin cewe-cewe lain iri aja..”

Kemudian suara sindiran halus juga siulan menggoda mulai terdengar dari beberapa anak lain. Aku diam saja pura-pura tak mendengar. Keadaan fisikku yang lemah memang bukan rahasia lagi.

“Berisik ah kalian semua.. Ga usah didengerin Rat..” Adri menenangkanku.

Tiba giliran kami untuk turun. Aku mencoba untuk menapak sendiri tanpa berpegangan. Namun baru setengah jalan aku sudah hampir terpeleset. Untung saja tangan Adri sigap menangkapku. Tanpa banyak bicara genggaman tangannya tak pernah lepas dariku di sisa perjalanan kami.

Aku memandangnya diam-diam dari sudut mataku. Wajah Adri biasa saja, hanya tingginya saja sudah melebihi anak lelaki lain seusianya. Mungkin keramahan dan kebaikan hatinya-lah yang membuat teman-teman perempuanku tertarik padanya. Wajar jika mereka iri padaku yang mendapat perlakuan istimewa dari Adri.

Aku sendiri tak tahu bagaimana perasaan Adri padaku. Kadang aku bertanya-tanya, apakah ia tak tahu jika perlakuannya selama ini sudah membuatku berharap lebih. Apakah ia tak menyadari jika perasaanku padanya bertambah kuat setiap harinya. Sampai-sampai aku memohon pada Tuhan, izinkan tangan ini selalu menggenggamku, jangan pernah pisahkan kami.

Aku suka kamu, Adri.. Namun kata-kata itu hanya tertahan dalam hati.

Kami hampir sampai di bawah. Jalan makin licin terkena cipratan air terjun. Adri mempererat genggamannya dan memintaku untuk mempercepat langkah. Tergesa aku menyamakan langkahku dengannya. Sialnya, nafasku tiba-tiba sesak. Aku merasa tubuhku semakin limbung. Selanjutnya semua menjadi gelap dan hanya nama Adri yang dapat kuteriakkan.

***

Ia masih menggenggam tanganku. Matanya lembut menatapku penuh kasih sayang. Tak ada yang berubah sejak sepuluh tahun berlalu.

Kami selamat dari kecelakaan di Tawangmangu  waktu itu. Tak ada yang terluka. Tuhan mengabulkan permohonanku.

Adri selalu menggenggam tanganku, melindungi dan berada di sisiku hingga cincin melingkar di kedua jari manis kami.

"Aku sayang kamu, Adri..”
.. dan kata-kata itu kini tak lagi tertahan dalam hati.


3 comments:

  1. Waaa, ff-nya sweet be ge te.. Kalau semua dokter seperti kak ayu, pasti cowok-cowok pada betah.. *muiz komen apaan sih?* #keplak

    ReplyDelete
  2. hahaha..
    lagi pengen bikin yang sweet2 muiz..

    *ikutanngeplak* :D

    ReplyDelete
  3. So sweet. Adri baik banget, Yu

    ReplyDelete

Leave your comment please.. thank you ;)