Pages

Thursday, June 21, 2012

AKU KEMBALI

Surabaya old town area

Aku kembali!!

Hampir saja aku melonjak kegirangan. Betapa aku tak pernah bermimpi dapat menginjakkan kaki lagi di sini. Sengaja aku turun dari taksi yang membawaku dari Terminal Purabaya untuk berjalan-jalan di kawasan kota tua Surabaya ini. Kukenakan kacamata hitam dan topiku untuk menghindari sengatan matahari siang yang terik. Kusiapkan Canon-ku, aku ingin kepulanganku kembali ke kota kelahiranku ini dapat diabadikan dalam jepretan amatirku. Lalu dimulailah tur kecil-kecilanku.

Kulihat sebuah trem merah melintas di depanku. Kubertanya pada salah seorang di dekatku ternyata trem itu dapat membawa kita keliling kawasan kota tua ini tanpa dipungut biaya. Namun tentu saja kita harus memesan dulu jauh-jauh hari. Aku sedikit kecewa karena aku belum pernah mencoba naik trem itu. Tetapi tak apa, jalan kaki mengelilingi kawasan ini juga bukan ide yang buruk.


Tak banyak perubahan pada kota ini sejak kepergianku beberapa tahun yang lalu. Bangunan-bangunan di sisi jalan yang rata-rata dibangun pada akhir abad 19 atau awal abad 20 masih kokoh berdiri. Meski telah berumur, beberapa bangunan kuno tersebut masih memancarkan karisma kemegahannya di masa lampau. Bahkan ada gedung-gedung klasik bergaya Eropa tersebut yang masih terawat dengan baik dan digunakan kembali menjadi perkantoran. Selain itu juga ada yang tidak terawat sehingga terlihat sekilas menyeramkan.

Aku terus melangkah menyusuri setapak demi setapak kawasan ini, sesekali mengarahkan Canon-ku untuk mengabadikan keindahannya. Masjid tua Sunan Ampel, Masjid merah Cheng Hoo, Tugu Pahlawan, sampai Jembatan Merah tak satupun luput dari jepretanku. Aku tersenyum sendiri. Kini jika aku kesepian, foto-foto ini akan menjadi penawar rinduku.

Kulirik jam tanganku. Tak terasa hari beranjak petang. Ah, padahal aku masih ingin berlama-lama di sini. Tapi aku ingat harus segera kembali.

“Murni?”

Tiba-tiba suara lembut menyapaku. Seorang ibu-ibu setengah baya dengan bakulan jamunya. Ia memperhatikanku lekat-lekat. Aku terkejut. Sejenak aku terdiam bingung apa yang harus aku lakukan. Lalu setelah sadar aku segera berjalan cepat menghindarinya.

“Murni.. Nduk.. Cah ayu.. kok malah lari..”
Ibu itu terengah-engah mengikutiku.

Keringat dingin membasahiku. Kali ini aku setengah berlari menghindarinya. Padahal seharusnya wajahku sudah tersamar dengan kacamata hitamku.

Tidak,  jangan sekarang..

“Sabrina!!”

Kali ini seorang pria berjas hitam dengan mobil hitam mengkilap berteriak memanggilku dari ujung jalan. Aku mendesah lega. Walaupun aku berharap jangan orang ini yang muncul menolongku, tapi tak urung aku berlari menghampirinya. Ibu itu berhenti mengikutiku dan sekilas kulihat ia menatapku kecewa.

Aku segera ditarik masuk ke dalam mobil oleh pria itu.

“Sudah puas kaburnya? Kamu ini sudah bikin heboh semua kru film.” omelnya.

“Maaf.. ” kataku lirih.

“Kamu tidak bilang apa-apa kan sama orang itu?”

Aku menggeleng. “Aku juga heran mengapa ia bisa mengenaliku Mas..”

“Huh. Baguslah. Nanti sesampainya di Jakarta kita harus atur ulang jadwal syuting yang kamu bikin kacau hari ini. Dan oh ya jangan lupa, nanti malam giliranku ya honey..”

Ia menarik daguku lalu mencium bibirku sebelum menjalankan mobil. Selanjutnya ia pun mengoceh lagi tentang jadwal-jadwal pelanggan lain yang harus kulayani.
Aku hanya mengangguk pelan. Kupandangi ibu tua tadi dari kaca spion yang makin lama makin menjauh. Air mataku menetes.

Maafin Murni terpaksa ga ramah sama ibu.. Tapi nanti, suatu saat nanti Murni pasti akan kembali lagi..



No comments:

Post a Comment

Leave your comment please.. thank you ;)