“Sammy Ramdhan..”
Tanganmu terulur padaku sambil menyebut namamu.
Sinaps otakku dengan cepat mengirim deretan kata itu dan menyimpannya dalam
memoriku. Sejak itu namamu selalu menjadi trending
topic dalam buku harianku. Bahkan mengingat kamu pun kumasukkan dalam daftar
hobiku.
Aku tak henti-hentinya mengucap syukur pada Tuhan
ketika Ia menempatkan kita dalam ruang kelas yang sama di tahun kedua. Aku tak
pernah bosan menatap kamu dari tempat dudukku yang berseberangan denganmu.
Mencuri-curi lihat sedang apa dirimu. Lalu kutahu bahwa kamu menguap
berkali-kali sepanjang pelajaran Sejarah, memasang wajah serius saat pelajaran
fisika dan selalu mendapat nilai tertinggi dalam bahasa Inggris.
Aku masih ingat percakapan kita berjalan beriringan
menuju laboratorium fisika pada suatu saat. Kamu menceritakan betapa kamu
mengagumi Einstein, Galileo, juga teori-teori yang kerap membuatku sakit kepala
ketika mempelajarinya. Tapi aku suka mendengarkanmu bercerita. Aku pun masih
ingat saat kamu menarikku menuju meja praktikum di sudut paling belakang dan
memintaku untuk satu kelompok denganmu. Kamu berjanji akan mengajariku hal-hal
yang tidak kumengerti tentang fisika dan sebagai gantinya aku juga mengajarimu
tentang biologi. Saat itu juga aku ingin bertanya padamu, Apa kamu juga dapat menjelaskan arti debaran yang makin lama makin
hebat ketika kamu beredar di sekelilingku. Seolah-olah kamu memiliki magnet
yang membuatku selalu tertuju padamu.
Teringat percakapanku dengan sahabat-sahabatku pada suatu siang..
“Kamu suka sama Sammy ya, Bunga?” pertanyaan Putri, seorang
sahabatku saat kami makan siang membuatku tersedak.
“Ga perlu disembunyikan. Kita semua udah tau kok..”
kata Tia, sahabatku yang lain sambil senyum-senyum menggodaku.
“Tapi dia ga suka aku..” jawabku mengambang.
Pandanganku menerawang jauh ke arah lapangan basket dimana ada kamu sedang
bermain dengan teman-temanmu.
“Memangnya kamu udah pernah nanya?” selidik Tia. Aku
menggeleng.
“Belum pernah nanya kenapa udah bisa menyimpulkan
seperti itu?”
“Tanya dong.. Kesempatan tinggal beberapa bulan lagi
lho..”
Aku terdiam. Kata-kata sahabat-sahabatku begitu menohokku. Tanpa terasa sudah dua tahun aku
memendam perasaanku. Melewati hari-hari bersamamu dengan menahan rasaku. Kuisi malam-malamku dengan doa agar cinta ini tak hanya kurasa sendiri. Masa putih
abu-abu kami akan segera berakhir. Kesempatanku tinggal sedikit lagi. Mungkin
kelak kami tak pernah bertemu lagi. Haruskah aku mengungkapkannya sebelum kami
berpisah nanti. Namun aku tak ingin mendengar hal yang tak kuinginkan terucap darinya. Aku tak ingin merusak segala cerita indah yang pernah kita jalani.
“Aku belum siap untuk patah hati..” akhirnya
itu menjadi keputusan terakhirku diiringi tatapan kecewa sahabat-sahabatku.
***
Sosokmu begitu memesona di hari wisuda kita. Aku
memuaskan mataku untuk merekam gambar-gambarmu ke dalam ingatanku. Tak lupa aku sudah membeli satu fotomu yang
terpotret oleh fotografer di depan gedung wisuda dengan diam-diam.
“Bunga..”
Aku terkejut saat kamu melambai ke arahku. Kamu
berlari-lari menghampiriku.
“Ah, syukurlah aku kira ga bisa ketemu kamu lagi..”
katamu.
Setangkai mawar kamu ulurkan padaku. Aku menerimanya
ragu-ragu.
“Ini ucapan terima kasih untuk kebersamaan kita
selama ini.. Kamu baik sekali..”
Aku menciumi mawar itu.
“Wangi kan, seperti kamu, Bunga.. “ katamu yang seketika memerahpadamkan mukaku.
“Sama-sama Sam.. Kamu juga baik sekali sama aku.. “
hanya itu yang keluar dari bibirku. Padahal begitu banyak kata yang tersusun
dalam pikiranku.
“Oh ya Bunga…” belum selesai kata-katamu terucap,
terdengar keluargamu memanggilmu.
Aku pun sadar sudah tiba saatnya berpisah.
“Sampai ketemu lagi ya Sam..” Aku mengangguk dan
menyilahkanmu berlalu.
Kamu menggenggam tanganku “Semoga kita bisa ketemu lagi..” katamu sebelum
meninggalkanku.
Aku mengaminkannya dalam hati.
***
Teruntuk Sammy,
Apa kabarmu? Aku di sini tidak begitu baik-baik saja. Hariku tidak secerah biasanya, karena matahariku yang tiada lain adalah kamu tak ada lagi di sisiku.
Begitu banyak kenangan yang tak habis tentangmu. Aku tidak melupakanmu. Belum. Aku masih mengingatmu sampai ke hal terkecil yang mungkin kau lupa. Pertemuan pertama kita misalnya. Pertemuan yang membuatku mencandumu. Atau tempat yang pertama kali kita datangi berdua saja contohnya. Aku tak ingin melupakannya. Seperti kamu yang tetap abadi dalam ingatan.
Aku menyayangi kamu teramat dalam Sam.. Sejak pertama jumpa hanya kamu satu-satunya. Kamu yang mendebarkan jantungku saat kita bersama. Buatku merasa ada yang kurang saat kamu tak ada. Namun maafkan aku yang terlalu takut untuk menerima kenyataan seandainya perasaanku kita tidaklah sama. Padahal sesungguhnya dalam hatiku bertanya-tanya, bagaimana perasaanmu padaku?
Mungkin suatu saat nanti, entah kapan, waktu akan menyampaikan..
Bahwa kau pernah menjadi yang pertama dalam hati dan pikiran seorang perempuan yang tak percaya diri akan dapat mewujudkan cintanya..
Aku menutup lembar terakhir dari buku harianku yang baru selesai kubaca.
Lembaran itu telah basah oleh air mata yang tak henti mengalir sejak kulihat
jasadmu yang terbaring tenang di depan mataku beberapa hari lalu. Pesawat yang mengantarkanmu ke negeri seberang untuk menggapai citamu mengalami kecelakaan.
Di hadapan tanah basah bertabur
bunga dan nisan berukirkan namamu, kutumpahkan seluruh rasaku. Rasa pedih dan kehilangan cinta pertamaku yang tak akan pernah tersampaikan.
Kau tak sempat tanyakan akuCintakah aku padamu..Cinta Pertama (Sunny) - Bunga Citra Lestari
-ditulis untuk #30HariLagukuBercerita dengan tema "Cinta Pertama"
No comments:
Post a Comment
Leave your comment please.. thank you ;)