Pagi ini aku disapa oleh sebuah bungkusan berpita merah jambu yang tergeletak di atas mejaku.
Tak perlu kupegang pun aku sudah dapat menebak siapa pengirimnya.
Aku sedang menimbang-nimbang apakah akan kubuka sekarang atau
tidak bungkusan berbentuk persegi dan terbungkus kertas kado yang cantik itu
ketika tiba-tiba sebuah sms kuterima.
Kalau kirimannya sudah sampai, kabarin ya J
Begitu singkat. Aku mengabaikannya.
Biarlah, dia pasti tahu aku tak akan membalasnya. Cepat-cepat
kumasukkan bungkusan yang belum kubuka itu ke dalam laci. Biarlah kubuka nanti-nanti
saja. Toh dibuka sekarang atau nanti tidak akan mengubah apa-apa.
***
Benar saja, berhari-hari kiriman itu benar-benar kuabaikan. Terselip begitu
saja dalam laci berisi tumpukan kertas-kertas laporan yang kubuang. Bella,
sahabatku di tempat kerja yang berada di samping mejaku yang menyelamatkannya
sebelum dibereskan oleh si Cecep, office boy
ruangan kami.
“Nay, ini buat kamu loh.. Hampir aja dibuang si Cecep..”
“Ya ampun.. aku lupa.. thanks
Bel..”
Memang benar-benar lupa. Aku menghitung hari sejak aku
menerimanya. Sudah lewat hampir seminggu. Mungkin tak apa jika kubuka sekarang.
“Dari siapa sih? Kok kamu kayak nganggep ga penting gitu..”
selidik Bella sambil memperhatikanku membuka pembungkus kado itu.
“Emang engga penting..” gumanku.
Isinya sebuah shawl cantik dan kartu ucapan. Benar dugaanku. Aku menghela napas. Seluruh tubuhku langsung bereaksi aneh.
“Andre?” Bella menatapku ingin tahu.
Aku mengangguk.
“Ngajak balikan lagi?”
“Begitulah..” Kuberikan kartu itu pada Bella.
“Terus?”
Bella mengembalikan kartu itu padaku setelah membacanya tanpa komentar. Dia memang begitu. Tak akan berkomentar kalau tidak diminta. Katanya ia tidak mau mempengaruhi pikiran orang.
Bella mengembalikan kartu itu padaku setelah membacanya tanpa komentar. Dia memang begitu. Tak akan berkomentar kalau tidak diminta. Katanya ia tidak mau mempengaruhi pikiran orang.
“Ga semudah itu kan Bel..” kata-kataku mengambang.
Kuingatkan padanya kejadian beberapa
minggu yang lalu. Pengakuan berani dari seorang Andre yang membuatku hancur
hingga berhari-hari. Ya, ia mengaku jika telah menjalin hubungan cinta dengan wanita lain selain diriku.
Menangis dan menangis. Mataku sembab dan penampilanku
berantakan selama itu. Andre bukannya sekali ini mengajakku kembali padanya.
Sejak kejadian malam dia memutuskanku ia sudah mengirimkan pesan-pesan bahkan
meneleponku dengan mengatakan kalau ia menyesal telah memutuskanku dan ingin kembali padaku.
Aku bukannya tak memaafkannya. Bahkan aku pun sempat
menerima penyesalannya dan mencoba menata lagi jalan kami. Nyatanya, aku
tak bisa merebut lagi tempatku di hatinya. Andre tak berubah. Cinta lain itu pun telah masuk terlalu
dalam, menggantikanku sepenuhnya. Aku merasa bodoh jika harus bersaing seperti
itu.
Bahwa semuanya bukan karena tak ada lagi sayang. Hanya saja kesabaran dan airmataku habis sudah. Kesempatan kedua yang kuberikan disia-siakannya. Janji menunggalkanku hanya di bibirnya saja.
"Nay…”
Bahwa semuanya bukan karena tak ada lagi sayang. Hanya saja kesabaran dan airmataku habis sudah. Kesempatan kedua yang kuberikan disia-siakannya. Janji menunggalkanku hanya di bibirnya saja.
"Nay…”
Bella membuyarkan lamunanku dengan mengusap air mata
yang tanpa sadar mengalir di pipiku.
Aku pun tergugu dalam pelukan Bella.
“Aku.. masih sangat sayang sama dia, Bel.. Tapi ga sanggup
rasanya kalau harus sakit hati terus-menerus..”
“Jadi?”
“Aku akan lepasin dia.. “
Ya, apapun yang ia katakan dan lakukan terserahlah. Bagiku cukup sudah.. Inilah waktu yang tepat untuk berpisah selamanya.
lanjutan dari "Tega"
No comments:
Post a Comment
Leave your comment please.. thank you ;)