Pages

Thursday, July 5, 2012

MATAMU, RAHASIAMU

image from weheartit

“Aku nggak bisa liat kamu.” Gadis itu tersenyum lagi. “Aku buta.”

Aku terdiam sejenak. Sel-sel otakku sedang mencerna kata-kata terakhir yang keluar dari bibir indahnya.

“Maaf?”

Ah, bahkan aku tak berhasil menemukan balasan kata yang tepat untuk pernyataannya itu.
Gadis itu menghela napas. Aku sempat berpikiran dia kesal padaku. Namun ternyata lagi-lagi ia tersenyum.
Mana tangan kamu, Do?”
Hei, bukannya menjawab pertanyaan ia malah menanyakan tanganku. Kulihat ia meraba-raba sisi tempat duduk di halte ini yang membatasi kami. Spontan aku meraih kedua tangannya. Kugenggam seraya memandang wajahnya. Sungguh, dalam jarak sedekat ini baru kusadari kecantikannya. Kuperhatikan kedua matanya. Mata yang indah, bulat dan bersinar itu menatapku lekat. Namun ada yang berbeda. Ya, tatapan mata indah itu kosong. 
Kenapa?”
Astaga.. Apa sih yang kupikirkan sampai-sampai tidak bisa merangkai kata-kata yang lebih tepat?
Perlahan Maira melepaskan genggamanku. Sinar matanya meredup. Wajahnya tampak muram. Aku pasti sudah melukai perasaannya.
“Ceritanya panjang, Do.. “
Ia mengalihkan pandangannya dariku. Menerawang jauh hingga membuatku mengikuti arah pandangannya itu.
“Maafkan aku Maira.. Padahal kita baru saja berkenalan, tapi aku sudah bicara hal-hal yang tidak menyenangkanmu..”
Maira mengalihkan pandangannya lagi ke arahku. Ia menggeleng lalu kembali memamerkan senyum manisnya.
Tidak apa-apa kok, Do.. Aku malah senang akhirnya aku bisa berbicara dengan seseorang. Rasanya agak aneh juga aku bisa berbicara banyak seperti ini pada orang yang baru saja kukenal. Tapi aku percaya kamu pasti orang baik..”
“Darimana kamu tahu aku orang baik? Melihatku saja kamu tidak bisa kan? Kamu ga tahu aja kalau sebenarnya aku ini buruk rupa..” aku mencoba melucu.
Maira tergelak. Aku suka melihat caranya tertawa.
“Yang bisa melihat kan ga hanya mata, Edo..” katanya lembut.
Ia lalu menyentuh tanganku, dan segera mengalirkan debaran aneh menuju jantungku. Jadi ini cara ia mengetahui siapa diriku. Lewat sentuhan lembut yang kuyakin sanggup membuatku sesak napas saat ini juga. 
Baru saja aku hendak meraih tangannya agar dapat kugenggam lebih lama, tiba-tiba terdengar sebuah suara memanggil nama Maira. Maira tampak terkejut. Air mukanya berubah tegang.
“A-aku harus pergi sekarang, Do..”
Aku menahannya. “Kemana? Eh, kamu tinggal dimana Maira? Tolong beritahu aku, siapa tahu nanti aku akan mengunjungimu.” 
Suara panggilan itu makin mendekat. Maira tampak ketakutan. Ia menggeleng.
“Maafin aku, Do.. “ Ia menepis tanganku dan berlari ke arah panggilan itu.
Kulihat ia menghampiri seorang pria setengah baya dengan setelan jas. Ia segera mengapit lengan Maira dan dengan setengah menyeretnya pergi. Entah mengapa hatiku menjadi tidak tenang. Tatapan matanya seperti mengatakan ada sesuatu yang Maira rahasiakan


Mata indah itu memang tidak dapat melihat. Namun ia seperti menyimpan sejuta rahasia yang membuat debaran ini bertambah hebat.




Sempat kulihat Maira menoleh ke belakang, seolah-olah ia dapat melihatku di sini menatap kepergiannya.

~Cerita ini tadinya diikutkan dalam kontes menulis lanjutan buku "Apa Yang Kau Lihat" yang diadakan oleh volpen.com tapi sayangnya kalah voting :(


No comments:

Post a Comment

Leave your comment please.. thank you ;)