Pages

Wednesday, August 8, 2012

TOPENG

Musik mulai mengalun. Beberapa pasangan mulai beranjak dari tempat duduk mereka menuju ke tengah ruangan. Aku masih tak bergerak dari tempat dudukku, masih memandang segelas wine kosong yang tak sampai semenit kuhabiskan. Berharap gelisahku terhapuskan setelah meminumnya. Namun tidak nyatanya.

Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah lewat dari waktu yang dijanjikan. Aku menghela napas. Sedetik itu sangat berharga untukku. Tepatnya untuk pekerjaanku.
Beberapa menepuk bahuku, ada yang dengan mengerling maupun membelainya. Mereka berusaha membujukku untuk ikut menikmati musik. Aku hanya menanggapinya dengan anggukan dan kecupan sekilas, berjanji untuk menyusul beberapa saat lagi. Janji yang tak mungkin kutepati pastinya. Aku tak tertarik dengan apa pun saat ini. Tidak sebelum …

“Lama menunggu?”

Sebuah suara berbisik di sebelah telingaku. Ia mengecupku pipiku lalu segera mengambil tempat di sampingku dari seorang pria tua yang terkantuk-kantuk.

“Tak seperti biasanya..”
“Yang biasa terkadang membosankan..” Ia memotong kata-kataku sambil tersenyum.
Aku mendengus kesal.
“Jadi, bagaimana?” tanyaku ketus.
Ia tertawa pelan. “Sesuai rencana. Tidak perlu khawatir.”
Aku masih memandangnya tak percaya.
“Dasar pencemas. Sekali-kali belajarlah dariku. Tetap tenang dan..” Ia menepuk tangannya. “..semua beres.”

Aku hanya mencibirnya. Kuakui ia memang lebih cerdas dariku. Ia juga tenang dan tak pernah ragu-ragu dalam setiap tindakannya.
“Aku lelah sekali.. Mungkin berdansa dengan beberapa pria dapat mengembalikan mood-ku..” katanya sambil membalas lambaian seorang pria tampan di meja seberang.
“Hei, jangan terlalu mencolok. Kamu bisa menyusahkanku.” Aku memperingatkannya sebelum ia bergegas menghampiri pria itu.
“Pakai topengmu kalau kau ingin bebas menikmati malam ini..” balasnya seraya melenggang pergi meninggalkanku.

Topengku? Apa dia pikir saat ini aku sedang tidak memakainya?. Aku mengamati dia yang kini sudah menggandeng mesra pria tampan tadi. Betapa ingin aku seperti itu. Bebas menampakkan diriku pada siapa saja. Tetapi aku terlalu takut untuk memulainya. Ketakutan masih membayangiku. Ketakutan akan sebuah kesalahan yang tak sengaja kuperbuat. Siapa lagi kalau bukan karena dia.

Air mata mengendap di sudut mataku. Sampai kapan aku harus seperti ini. Berpura-pura menutup segalanya, termasuk diriku. Bersembunyi di belakang dia yang aku tahu selama ini hanya memanfaatkan ketakutanku.

“Alexandria?”
Aku terkejut. Kurapatkan topeng pestaku. Siapa? Seharusnya tak ada yang memanggilku demikian setelah sekian lama.

Pria itu berdiri di hadapanku. Menatapku tak percaya. Aku pun terbelalak.
“Carlo?”
“Sedang apa kamu di sini? Bukannya kamu sudah…”
“Ssst.. “ Dengan cepat aku mendekap bibir Carlo. Kini jarakku hanya sesenti darinya. Mata kami bertatapan. Hatiku berdesir, perasaan yang sama seperti saat pertama kali bertemu dengannya.

“Aku mencarimu.. Tapi orang-orang bilang kamu sudah mati..” Carlo berbisik.
“Seharusnya.. Tapi dia menyelamatkanku..” Aku balas berbisik.
“DIA??” Mata Carlo liar mencari-cari sosok dia yang kumaksud. Pandangannya terhenti di tengah ruangan.
Carlo tertawa sinis. “Alexandria, kamu bodoh sekali..”
“Diamlah.. jangan panggil aku begitu!” bentakku. Aku menoleh ke kanan-kiriku berharap taka da yang mendengarkan pembicaraan kami.
“Kau tahu..” Mata Carlo melembut menatapku. “.. mereka sudah memaafkanmu. Mereka sudah tahu kebenarannya.. Bukan kamu yang membunuh direktur, tapi dia, saudara kembarmu yang melakukannya..”

Carlo memelukku. Air mataku tak tertahan lagi. Ternyata aku masih begitu lemah di hadapannya.
“Buka topengmu, Alexandria.. Aku pastikan dia tak akan mengganggumu lagi..” Carlo tersenyum penuh arti.

Buka dulu topengmu Biar kulihat warnamu Kan kulihat warnamu

Tak lama suara merdu penyanyi pesta pun teredam oleh suara sirine yang bersahut-sahutan. Beberapa polisi menerobos masuk dan dia, Alexa, tak dapat kabur lagi. Ia menatapku dan Carlo dengan pandangannya yang penuh kebencian.

Sepertinya dendamnya padaku masih akan berlanjut.. Entah sampai kapan dan kapan waktu pembalasannya tiba.. Aku tak ingin memikirkannya.

dan topengku pun kulepas perlahan.
Kau dapat buatku mati, kau dapat hitamkan pelangi. Tapi kudapat melangkah pergi. Bila kau tipu aku disini Kudapat melangkah pergi.


-Untuk diikutkan dalam #CerpenPeterpan dari judul Topeng

No comments:

Post a Comment

Leave your comment please.. thank you ;)