"Kamu kenapa sih? Aku perhatiin kok cemberut aja?"
Kupandangi
wajah cantik yang ada di sampingku lekat-lekat. Ya, dia
berbeda dari biasanya. Bibir indahnya
tertekuk ke bawah sejak bertemu denganku hari ini.
Si
cantik hanya menoleh sekilas padaku, mendengus,
lalu kembali menatap rak buku di hadapannya. Matanya
mencari-cari, entah apa. Jari-jari tangannya bergerak lincah menelusuri
setiap judul buku.
Setengah
berlari, kuikuti langkahnya yang beralih ke rak buku sebelah.
Mungkin karena suaraku cukup keras, beberapa orang
berdehem keras seolah menyindirku.
"Ssttt.. jangan
teriak-teriak gitu sih! Tuh kan jadi diliatin orang-orang. Udah tahu lagi
di perpus!"
Akhirnya
si cantik mau bicara padaku. Mata indahnya memelototiku. Aku tertawa pelan.
"Maaf..maaf.. lagian kamu
ga jawab pertanyaanku.." kupelankan volume
suaraku.
Lagi-lagi
dia hanya memandangku, lalu kembali membuang muka. Oke,
dia pasti marah padaku. Tapi apa salahku?. Kuingat-ingat
sepanjang perjalanan ke perpustakaan ini dia memang
sudah mendiamkanku.
"Mendingan
kamu bantuin aku nyari buku.."
Tanpa
menoleh ia memerintahku mencarikan sebuah buku, menyebutkan
judulnya, dan menunjuk ke rak lain. Aku hanya mengangguk patuh.
Kalau sudah begini, lebih baik aku tidak membantah kata-katanya. Dia
bisa lebih ngambek dari ini.
Tak mau repot,
aku memanggil seorang petugas perpustakaan yang kebetulan lewat
di depanku. Kusebutkan judul buku yang si cantik cari,
kemudian petugas itu mengangguk dan memintaku menunggu
sebentar.
Aku kembali mendekati
si cantik. Kali ini dia telah duduk di meja bundar, membaca
sebuah buku.
"Sudah ketemu
bukunya?" tanyaku sambil duduk di sebelahnya.
"Udah.. nih
lagi baca.." jawabnya cuek.
Ternyata dia mempermainkanku.
"Oke, cukup diem-diemannya.."
Kuambil
paksa buku itu dari tangannya. Dia mencoba merebutnya lagi,
tapi aku lebih sigap. Kuletakkan
buku itu jauh dari jangkauannya.
Aku menatapnya tajam. Dia membuang muka.
Kuambil tangannya dan kugenggam erat.
"Sayang.. kamu kenapa sih?"
Dia menggeleng.
"Marah sama aku?"
Dia mengendikkan bahunya. Oke, dia marah.
"Kenapa
sih kamu marah?"
"Kok
kamu ga nyadar sih?" dia balik bertanya padaku.
Aku terdiam. Kuputar
kembali ingatanku sebelum aku bertemu dengannya hari ini.
"Aku telat jemput
kamu?"
Dia menggeleng seraya menghela
napas kesal. Kusebutkan hal-hal lain yang mungkin membuatnya kesal.
Namun ia tetap menggeleng.
"Terus APA DONG??" Kunaikkan
volume suaraku. Aku mulai
kesal karena ia tak juga menjawab pertanyaanku.
Lagi-lagi pengunjung lain
berdehem ke arah kami. Aku menoleh pada
mereka sambil meminta maaf.
"Sini!!"
Kutarik dia ke sudut
ruangan, di balik rak-rak buku-buku besar. Cukup sepi
di sini jadi walaupun aku memaki-maki setidaknya
tidak ada yang memandangku kesal.
"Nah, sekarang apa?
Apa dong salahku sayang sampai kamu ngambek kayak gini?" kuulangi pertanyaanku dengan suara
disabar-sabarkan.
Dia tidak menjawab pertanyaanku,
alih-alih mengambil tangan kiriku, memandanginya sebentar,
lalu menyodorkan ke arahku.
"Kenapa
kamu ga pake cincinnya?"
Aku
memandang tangan kiriku. Ya, jari manisku polos
tidak ada sebuah benda bundar yang menghiasinya. Oke,
jadi gara-gara
cincin sampai-sampai ia begitu marah padaku.
"Pantesan
dari tadi cewe-cewe pada ngeliatin kamu terus.
Curi-curi pandang. Susah ya jagain suami cakep kayak kamu..." Dia
mengomeliku.
Aku susah payah menahan tawaku. Ternyata
dia cemburu. Ah, jadi ini rasanya dicemburui. Padahal bertahun-tahun
kami pacaran dia tidak pernah mencemburuiku seperti
ini. Dia malah membebaskanku. Mungkin ini yang
dimaksud orang-orang kalau sudah menikah kita baru
akan mengetahui watak sebenarnya pasangan kita.
"Ih, malah cengengesan.. Aku beneran marah tahu.." Dia masih menekuk mukanya.
"Maaf sayang..
kamu kan tahu aku pelupa..
tapi aku ga pernah lupa kalau mencintai
kamu.."
Ada rona merah menghiasi
pipinya. Bibirnya mulai sedikit melengkung ke atas membentuk senyuman.
"Nah.. kalau senyum
gitu kan cantik.."
"Berarti
selama ini ga cantik dong?"
"Cantik..
tapi kalau senyum lebih cantik lagi.."
Aku memeluknya.
"Sebenarnya aku punya
kejutan.." Dia berbisik
di telingaku.
Dia
menatapku dengan pandangan berbinar-binar."Tebak apa?"
"Apa dong? Males ah tebak-tebakan mulu.."
Aku
pura-pura tak tertarik. Dia mencubit lenganku. Kuperhatikan
dia mengelus-elus perutnya.
Ah, mungkinkah?
"Kamu..."
Aku
tak bisa berkata-kata. Bahagia.
Kudekatkan wajahku ke arahnya.
"Jangan
di sini sayang.."
Tak kuhiraukan kata-katanya.
Detik berikutnya bibir
kami pun menyatu.
#FFHore day 8
No comments:
Post a Comment
Leave your comment please.. thank you ;)